Tuesday, July 2, 2013

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN PUTING SUSU LECET

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Menurut data World Health Organization (WHO), sebanyak  99%  kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di Negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di Negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut WHO, 81% AKI akibat komplikasi selama hamil dan bersalin dan 25% selama masa Post Partum.  (http://www.scribd.com)
Departemen kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada tahun 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang pertahun. Untuk mencapai target mellenium Development Goal (MDGs) 2015 yaitu AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup. butuh upaya yang lebih keras serta partisipasi sebagai pihak, termasuk bidan. (http://karyatulisilmiah12.blogspot.com)
 
AKI yang tinggi menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu. Jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan di Provinsi Lampung sampai dengan bulan Desember tahun 2012 sebanyak 178 kasus. terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun 2011 yaitu 152 kasus. Penyumbang kematian  terbanyak adalah Kota Bandar Lampung dengan kasus terbanyak adalah eklampsia dan perdarahan, rata-rata penyebab kematian ibu adalah perdarahan (23%), eklampsi 33%, infeksi 2%, dan kematian karena adanya penyakit-penyakit lain 42%, (Dinkes Lampung, 2012).
Masa nifas atau puerpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu (42 hari) setelah itu. Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju ataupun berkembang perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaannya yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. (Sarwono, 2010; h. 357)
Beberapa masalah dalam masa nifas adalah putting susu lecet, payudara bengkak, saluran ASI tersumbat, mastitis, abses payudara, ASI tidak keluar secara optimal sehingga bayi enggan menyusu, dan bayi menjadi kembung. Umumnya putting susu lecet pada saat menyusui akan menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis. (Sulistiawati, 2009; h. 32)
Puting susu yang lecet dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada dan salah satu penyebab kematian ibu di kota Bandar Lampung adalah infeksi. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan di BPS Nurhasanah Bandar Lampung terdapat ibu post partum primi yang mengalami puting susu lecet dan sebagian juga terjadi pada ibu post partum multi. Pada bulan April 2013 terdapat 29 Ibu Bersalin 16 ibu post partum primi dan 13 ibu post partum multi dan di BPS Apin Sofia sebanyak 8 Ibu Bersalin 3 ibu post partum primi dan 5 ibu post partum multi namun  hasil dari wawancara dan observasi langsung yang dilakukan di BPS Nurhasanah pada tanggal 19 Mei 2013, terdapat 3 ibu post partum dan seluruhnya mengalami puting susu lecet.

Hal tersebut melatar belakangi penulis untuk menyusun Karya Tulis ilmiah dengan judul Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasan Teluk Betung Bandar Lampung.

B.     RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan umum
Penulis mampu memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.      Tujuan khusus
2.1  Dapat melaksanakan pengkajian Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.2  Dapat melaksanakan interprestasi data untuk menentukan diagnosa, masalah, dan kebutuhan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.3  Dapat menentukan diagnosa/masalah petensial dan antisipasi penanganan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.4  Dapat melaksanakan tindakan segera/kolaborasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.5  Dapat merencanakan tindakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.6   Dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.1  Dapat melakukan evaluasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.

D.    RUANG LINGKUP
1.      Sasaran
Obyek penelitian dalam Study Kasus  ini adalah satu orang ibu nifas dengan puting susu lecet yaitu  Ny. N Usia 24 Tahun P1A0.
2.      Tempat
Study penelitian ini dilakukan di BPS Nurkhasanah Teluk Betung Barat tahun 2013.
3.      Waktu
Stady kasus akan dilaksanakan pada tanggal 19 Mei – 23 Mei tahun 2013.




E.     MANFAAT PENELITIAN
a.    Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan bacaan dan memberikan informasi pada penelitian  selanjutnya terutama yang berhubungan dengan masalah pada ibu masa nifas.
b.    Bagi Lahan praktek
Sebagai bahan masukan bagi tempat penelitian untuk dapat mengoptimalkan sistem penyuluhan tentang puting susu lecet pada ibu menyusui.
c.    Bagi Pasien
Diharapkan pada ibu menyusui yang mempunyai bayi 0 – 11 bulan mengetahui bahwa penenganan pada puting susu lecet sangat dianjurkan karena untuk mencegah terjadinya masalah-masalah pada saat menyusui.
d.   Bagi Peneliti selanjutnya
Diharapkan penulis memperoleh Ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan dilakukannya penelitian dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat.

F.     METODOLOGI DAN TEKNIK MEMPEROLEH DATA
Metodologi Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah studi kasus deskritif yaitu merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan danmenginterpretasikan sesuatu, misalnyakondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentangkecendrungan yang tengah berlangsung.
1.    Tehnik Memperoleh Data
Untuk memperoleh data, tehnik yang digunakan sebagai berikut:
a.         Data Primer
1). Wawancara
Adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana penelitian mendapatkan keterangan atau pendirian  secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden) (Notoatmodjo, 2005: h. 102)
                          Wawancara dilakukan dengan cara :
a)        Auto anamnesa
Wawancara yang langsung dilakukan kepada klien mengenai penyakitnya.
b)        Allo anamnesa
Wawancara yang dilakukan kepada keluarga atau orang lain mengenai penyakit klien (Sulistyawati, 2012; h. 166 )
2.      Pengkajian Fisik
Adalah suatu pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses keperawatan atau tahap pengkajian atau pemeriksaan klinis dari sistem pelayanan terintegrasi, yang prinsipnya menggunakan cara–cara yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Prihardjo, 2006; h. 2-3).
b. Data Sekunder
1)              Studi Pustaka
Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien yang ada (Notoatmodjo, 2005; h. 63). Penulis mencari, mengumpulkan, dan mempelajari referensi yang relevan berdasarkan kasus yang dibahas yakni Asuhan Kebidanan pada ibu nifas dengan puting susu lecet dari beberapa buku dan informasi dari internet.
2)                 Studi Dokumenter
Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang ada dibawah tanggung jawab instansi  resmi, misalnya laporan, statistik, catatan–catatan di dalam kartu klinik ( Notoatmodjo, 2005; h. 62).
Studi dilakukan dengan mempelajari status klien yang bersumber dari data catatan Dokter, Bidan maupun sumber lain yang menunjang seperti hasil pemeriksaan dan diagnosa sementara.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Tinajuan teori medis
1.      Pengertian Masa Nifas  
Masa nifas (puerpurium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Saleha, 2009; h. 2)
Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau peurpurium di mulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari). (Dewi dkk, 2011; h. 1)
Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganaya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju maupun negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pasca persalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, di samping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pasca persalinan.
Masa pasca persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta bayi. Bagi ibu yang mengalami persalinan untuk pertama kalinya, ibu menyadari terjadinya perubahan kehidupan yang sangat bermakna selama hidupnya. Keadaan ini di tandai dengan perubahan emosional, perubahan fisik secara dramatis, hubungan keluarga dan aturan serta penyesuaian terhadap aturan yang baru. Termasuk di dalamnya perubahan dari seorang perempuan menjadi seorang ibu di samping masa pascapersalinan mungkin menjadi masa perubahan dan penyesuaian sosial ataupun perseorangan (individual). (Sarwono, 2010; h. 357)
2.      Tujuan Asuhan Masa Nifas
a.       Menjaga Kesehatan Ibu dan Bayinya
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus diberikan oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Bidan mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air . Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang dan baru membersihkan daerah disekitar anus. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi sarankan ibu untuk menghindari / tidak menyentuh daerah luka.
b.      Melaksanakan skrining secara komprehensif
Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Pada hal ini seorang bidan bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU, pengawasan PPV, pengwasan konsistensi rahim, dan pengawasan keadaan umum ibu. Bila  ditemukan permasalahan, maka harus segera melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan pada penatalaksanaan masa nifas.
c.       Memberikan pendidikan kesehatan diri
Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan bayi sehat. Ibu-ibu postpartum harus diberikan pendidikan mengenai pentingnya gizi antara lain kebutuhan gizi ibu menyusui, yaitu sebagai berikut.

1)      Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
2)      Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup
3)      Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum sebelum menyusui).
d.      Memberikan pendidikan kesehatan mengenai laktasi dan perawatan payudara, yaitu sebagai berikut.
1)      Menjaga payudara tetap bersih dan kering
2)      Menggunakan bra yang menyokong payudara
3)      Apabila puting susu lecet, oleskan kolosterum atau asi yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet
4)      Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadinya bendungan ASI.
5)      Konseling mengenai KB.
Bidan memberikan konseling mengenai KB, antaraa lain seperti berikut ini.
a)        Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
b)        Biasanya wanita akan menghasilkan ovulasi sebelum ia mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. Oleh karena itu, penggunaan KB dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah persalinan
c)        Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelaskan efektivitasnya, efek samping, untung ruginya, kapan metode tersebut dapat digunakan.
d)       Jika ibu dan pasangan telah memilih metode KB tertentu, dalam 2 minggu ibu dianjurkan untuk kembali. Hal ini untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik. (Dewi dkk, 2011; h. 2-3)
3.         Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas Dari Berbagai Macam Sumber.
a.       Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas menurut. Ambarwati dkk (2008; h. 3) adalah :
1)      Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
2)      Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan ,mengenal tanda bahaya,menjaga gizi yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman
3)      Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan bayi
4)      Memulai dan mendorong pemberian ASI
b.      Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas menurut. Sulistyawati (2009; h. 4-5) adalah :
1)      Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi saat-saat kritis masa nifas. Pada awal masa nifas, ibu mengalami masa-masa sulit. Saat itulah, ibu sangat membutuhkan teman terdekat yang dapat ia andalkan dalam mengatasi kesulitan yang ia alami.
2)      Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga. Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan untuk menjalankan perannya sebagai pendidik, dalam hal ini, tidak hanya ibu yang akan mendapatkan materi pendidikan kesehatan, tapi juga seluruh anggota keluarga.
3)      Pelaksanaan asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawaatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan, dan deteksi dini komplikasi masa nifas. Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat di tuntut kemampuannya dalam menerapkan teori yang telah didapatkan dari pasien.


4.      Tahapan Masa Nifas
a.      Tahapan masa nifas
Masa nifas di bagi menjadi tiga tahapan, yaitu peurperium dini, peurperium  intermedial, dan remote peurperium.
1)      Peurperium dini
Peurperium  dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam,di anggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2)      Peurperium intermedial
Peurperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3)      Remote peurperium
Remote peurperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan. (sulistyawati, 2009; h. 5)
b.      Tahapan masa nifas
1)      Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa nifas ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karna itu bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokea, tekanan darah, dan suhu.
2)      Periode early postpartum (24 jam -1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3)      Periode late postpartum ( 1 minggu- 5 minggu )
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB. (Saleha, 2009; h. 5-7)
5.      Kebijakan program Nasional Masa Nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali. Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah, mendeteksi, serta menangani masalah-masalah yang terjadi. Kunjungan masa nifas dibagi menjadi 4 kali kunjungan:
a.       6-8 jam setelah persalinan
1)      Mencegah terjadinya perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2)      Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberikan rujukan bila perdarahan berlanjut
3)      Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
4)      Pemberian asi pada awal
5)      Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6)      Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi. Jika bidan menolong persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
b.      Enam hari setelah persalinan
1)      Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau
2)      Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca persalinan
3)      Memastikan ibu mendapat cukupan makanan, cairan dan istirahat
4)      Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
5)      Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali pusat serta menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
c.       Dua minggu setelah persalinan sama seperti di atas (enam hari setelah persalinan)
d.      Enam minggu setelah persalinan
1)      Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang di alaminya atau bayinya
2)      Memberikan konseling untuk KB secara dini
(Dewi dkk, 2011; h. 4-5)
6.      Proses Laktasi dan Menyusui
a.      Anatomi Payudara
Payudara yang matang adalah salah satu tanda pertumbuhan sekunder dari seorang perempuan dan salah satu organ yang indah dan menarik. Lebih dari itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup keturunannya, maka organ ini menjadi sumber utama kehidupan, karena Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting, terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi.
Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia yang mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram, dan saat menyusui 800 gram.
1)        Letak : setiap payudara terletak pada sternum yang meluas setinggi kosta kedua dan keenam. Payudara ini terletak pada fascia superficialis dinding rongga dada yang disangga oleh ligamentum sospensorium
2)        Bentuk : bentuk masing-masing payudara berbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor (cauda) dari jaringan yang meluas keketiak atau aksila
3)        Ukuran : ukuran payudara berbeda pada setiap individu, juga tergantung pada stadium perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih besar daripada yang lain.
a)     Struktur Makroskopis
Struktur makroskopis payudara adalah sebagai berikut
1.    Cauda Aksilaris
Adalah jaringan payudara yang meluas ke arah aksila.
2.    Areola
Adalah daerah lingkaran yang terdiri dari kulit yang longgar dan mengalami pigmentasi. Areola pada masing-masing payudara memiliki garis tengah kira-kira 2.5 cm. Letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
3.    Papila Mamae
Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya variasi bentuk dan ukuran payudara, maka letaknya akan bervariasi. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening, serat-serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi duktus laktiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu ereksi , sedangkan otot-otot yang Longitudinal akan menarik kembali puting susu tersebut. Bentuk puting ada 4 macam yaitu bentuk yang normal, pendek/datar, panjang dan terbenam. (Dewi dkk, 2011; h. 7-9)
Struktur Makroskopis







Gambar. 2.1 Jenis-jenis puting susu
b)      Struktur Mikroskopis
1.      Alveoli           : Alveolus merupakan tempat air susu diproduksi
2.      Ductus lactifer           : saluran sentral yang merupakan muara beberapa tubulus lactiferus
3.      Ampulla : bagian dari ductus lactifer yang melebar,  yang merupakan tempat menyimpan air susu. Letaknya di bawah areola
4.      Lanjutan setiap duktus laktiferus : meluas dari ampula sampai muara papilla mammae. (Dewi dkk, 2011; h. 9)
Gambar. 2.2 Struktur Mikroskopis



b.      Fisiologi Laktasi
Proses ini timbul setelah plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI setelah plasenta lepas, hormon plasenta tersebut tak ada lagi, sehingga susu pun keluar.
Hormon hormon yang terlibat dalam pembentukan ASI adalah sebagai berikut:
1)      Progesterone
Mempengaruhi tumbuh dan ukuran alveoli. Kadar progesterone dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulus produksi ASI secara besar-besaran.
2)      Estrogen
Menstimulus sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar estrogen dalam tubuh menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui
3)      Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan
4)      Oksitosin
Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam organisme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus disekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluaran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu (let-down/milk ejection reflex)
5)      Human Placental Lactogen (HPL)
Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara, putting dan areola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI. Namun, ASI juga bisa diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation). (Saleha, 2009; h. 11-13)
c.       Proses Pembentukan Laktogen
                        Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:
1)      Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase laktogenesis. Saat ini payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolustrum sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.
2)      Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, esterogen dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila payudara dirangsang, jumlah prolaktin dalam darah meningkat dan mencapai puncaknya dalam periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi, sedangkan jumlah prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
3)      Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol otokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak pula. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara dikosongkan. (Saleha, 2009; h.13-15)


d.      Proses Produksi Air Susu
Pada seorang ibu yang hamil dikenal dua refleks yang masing-masing berperan dalam pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu: refleks prolaktin dan refleks let down.
1)      Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang fungsinya membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan normal kembali tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak.
2)      Refleks let down
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofisis, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan neurohipofisis yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelin. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus yang selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk kemulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah:
a)    Melihat bayi
b)      Mendengar suara bayi
c)      Mencium bayi
d)     Memikirkan untuk menyusui bayi
Beberapa refleks yang memungkinkan bayi baru lahir untuk memperoleh ASI:
a)      Refleks rooting : refleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila ia diletakkan di payudara.
b)      Refleks menghisap : yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu sampai kelangit-langit dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.
c)      Refleks menelan : yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan aerola, sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang bayi. ( Saleha, 2009; h.15-17)
Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis. (Saleha, 2009; h. 17-18)
e.       Pengertian Teknik Menyusui
Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan ASI tidak keluar secara optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu.  (Dewi dkk, 2011; h. 31-
35)
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perleketan dan posisi ibu dan bayi dengan benar.
(Dewi dkk, 2011; h. 30)
1)      Mengajarkan kepada ibu tentang tehnik menyusui yang benar
a)      Duduk dengan posisi santai dan tegak
b)      Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola sekitarnya
c)      Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu
d)     Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satu didepan
e)      Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
f)       Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
g)      Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
h)      Tangan kanan menyangga payudara kiri dan keempat jari dan ibu jari menekan payudara bagian atas areola
i)        Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu atau menyentuh sisi mulut bayi
j)        Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan putting serta areola dimasukkan ke mulut bayi
k)      Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti menyusui pada payudara yang lain.Cara melepas isapan bayi :
a)    Jari kelingking ibu dimasukkan kemulut bayi melalui sudut mulut
b)   Dagu bayi ditekan kebawah
l)        Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan      pada putting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.
(Ambarwati dkk, 2009; h. 38-40)
2)      Mengajarkan kepada ibu tentang cara menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh) setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi :
a)    Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan
b)   Dengan cara menelungkupkan bayi di atas pangkuan ibu, lalu usap-usap punggung bayi sampai bayi bersendawa.
(Ambarwati dkk, 2009; h. 40)
f.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Menyusui
1)   Cara Menyusui Yang Baik Dan Benar
a)      Posisi badan ibu dan bayi
b)      Ibu harus duduk atau berbaring dengan santai
c)      Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala
d)     Putar seluruh badan bayi sehingga menghadap ke ibu
e)      Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara
f)       Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu
g)      Dengan posisi seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
h)      Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu bagian dalam
2)   Posisi Mulut Bayi Dan Putting Susu Ibu
a)         Payudara dipegang dengan ibu jari di atas jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting), di belakang areola (kalang payudara).
b)        Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek).
c)             Posisikan putting susu di atas “bibir atas” bayi dan berhadapan dengan hidung bayi.
d)            Kemudian masukkan putting susu ibu menelusuri langit-langit mulut bayi.
e)             Setelah bayi menyusu/menghisap payudara dengan baik, payudara tidak perlu di pegang atau disangga lagi.
f)              Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus-elus bayi.
3)   Posisi Menyusui Yang Benar
a)          Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu
b)         Dagu bayi menempel pada payudara
c)         Dagu bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara (bagian bawah)
d)        Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.
e)          Mulut bayi terbuka dengan bibir bawah yang terbuka.
f)          Sebagian besar areola tidak nampak.
g)         Bayi menghisap dalam dan perlahan.
h)         Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu.
i)           Terkadang terdengar suara bayi menelan.
j)           Putting susu tidak terasa sakit atau lecet
(Ambarwati dkk, 2009; h.41-43)
4)    Apabila bayi telah menyusui dengan benar, maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
a)          Bayi tampak tenang
b)         Badan bayi menempel pada perut ibu
c)          Mulut bayi terbuka lebar
d)         Dagu bayi menempel pada payudara ibu
e)             Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk
f)          Bayi Nampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan
g)         Putting susu tidak terasa nyeri
h)         Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
i) Kepala bayi agak menengadah. (Saleha, 2009; h. 37-38)
g.      Masalah Dalam Hal Menyusui
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham masalah ini, kegagalan menyusui sering diangap masalah pada anak saja. Dan hal ini akan menjadi masalah menyusui pada masa nifas dini yaitu sebagai berikut:
1)      Kurang / salah informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula sama baiknya atau bahkan lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang. Petugas kesehatan pun masih banyak yang tidak memberikan informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayi, contohnya:
a)Bayi pada minggu-minggu pertama defekasinya encer dan sering sehingga dikatan bayi mengalami diare dan sering kali petugas kesehatan meminta untuk menghentikan menyusui. Padahal sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian karena kolostrum bersifat sebagai laksan (zat pencahar)
b)      Asi belum keluar pada hari pertama sehingga bayi dianggap perlu diberikan minuman lain, padahal bayi yang baru lahir cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan yang dapat mempertahankanya tanpa minuman selama beberapa hari. Di samping itu, pemberian minum sebelum ASI keluar akan memperlambat pengeluaran ASI oleh bayi karena bayi menjadi kenyang dan malas menyusui.
c)Payudara berukuran kecil dianggap kurang menghasilkan ASI padahal ukuran payudara tidak menentukan apakah produksi ASI cukup atau kurang karena ukuran ditentukan oleh banyaknya lemak pada payudara, sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya walaupun payudara kecil dan produksi ASI dapat tetap tercukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan dengan baik dan benar.
d)     Informasi yang perlu duberikan kepada ibu hamil/ menyusui antara lain meliputi:
1)      Fisiologi laktasi
2)      Keuntungan pemberian ASI
3)      Keuntungan rawat gabung
4)      Cara menyusui yang baik dan benar
5)      Kerugian pemberian susu formula
6)      Menunda memberikan makanan lainnya paling kurang setelah 6 bulan
2)      Puting susu datar atau terbenam
Puting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu menjadi masalah. Oleh karena itu sebaiknya tidak dilakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segera setelah pasca lahir lakukan tindakan-tindakan seperti berikut:
a)Skin-to-skin kontak dan biarkan bayi menghisap sedini mungkin
b)      Biarkan bayi “mencari” puting kemudian menghisapnya
c)Apabila puting benar-benar tidak bisa muncul, dapat “ditarik” dengan pompa puting susu (nipple puller)
d)     Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui dengan sedikit penekanan pada aerola mammae
e)Bila terlalu penuh ASI, dapat diperas terlebih dahulu dan diberikan dengan sendok atau cangkir
3)      Putting Susu Lecet
Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi dan putting susu ibu benar, perasaan nyeri akan segera hilang. Putting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar dan akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis. (Sulistiawati, 2009; h. 32)
Putting susu lecet dapat disebabkan oleh trauma saat menyusui. Selain itu,  dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah. beberapa penyebab puting susu lecet adalah :
a.    Teknik menyusui yang tidak benar
b.   Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol, ataupun zat iritan lain saat ibu membersihkan puting susu
c.    Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu
d.         Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue)
e.    Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi puting susu lecet adalah:
a.       Cari penyebab putting lecet
b.      Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan
c.       Olesi puting dengan ASI akhir
d.      Menyusui lebih sering
e.       Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu 1x24 jam
f.       Cuci payudara sekali sehari tidak dibenarkan untuk mengunakan sabun
g.      Posisi menyusui harus benar
h.      Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan kering
i.     Pergunakan bra yang menyangga
j.     Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit
k.      Jika penyebab monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin
4)      Puting melesak (masuk ke dalam)
Jika puting susu melesak diketahui sejak hamil, hendaknya puting susu ditari-tarik dengan menggunakan minyak kelapa setiap mandi 2-3 kali sehari. Jika puting susu melesak diketahui setelah melahirkan, dapat dibantu dengan tudung puting (nipple hoot). (Dewi dkk, 2011; h. 38-40)
5)      Payudara Bengkak
Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke  payudara bersamaan dengan ASI mulai di produksi dalam jumlah banyak.
Penyebab bengkak :
a.       Posisi mulut bayi dan putting susu ibu salah
b.      Produksi ASI berlebihan
c.       Terlambat menyusui
d.      Pengeluaran ASI yang jarang
e.       Waktu menyusui yang terbatas
Cara mengatasinya hal di atas adalah :
1)      Susui bayinya semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa batas waktu
2)      Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau pompa ASI yang efektif
3)      Sebelum menyusui untuk merangsang refleks oksitosin dapat dilakukan : kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit, massage payudara, massage leher dan punggung.
4)      Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema
6)      Mastitis Atau Abses Payudara
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadang kala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Didalam terasa ada masa padat (lump), dan diluarnya kulit menjadi merah.  Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Tindakan yang dapat dilakukan  :
a.       Kompres hangat/panas dan pemijatan.
b.      Rangsangan oksitosin, dimulai pada payudara yang tidak sakit yaitu stimulasi putting susu, pijat leher punggung, dll.
c.       Pemberian antibiotik : Flucloxacilin atau erythromycin selama 7-10 hari.
d.      Bila perlu bisa diberikan istirahat total dan obat untuk penghilang rasa nyeri.
e.       Kalau terjadi abses sebaiknya tidak disusukan karena mungkin perlu tindakan bedah. (Ambarwati dkk, 2008; h. 47-49 )

h.      Tanda Bayi Cukup ASI
1)        Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan ASI 8 kali pada 2-3 minngu pertama
2)        Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering dan warna menjadi lebih muda pada hari kelima setelah lahir
3)        Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6-8 kali perhari
4)        Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi mendengarkan ASI
5)        Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis
6)        Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal
7)        Pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) bayi sesuai dengan grafik pertumbuhan
8)        Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motorik sesuai dengan rentang usianya)
9)        Bayi kelihatan puas, sewaktu waktu saat lapar akan bangun dan tidur dengan cukup
10)    Bayi menyusu dengan kuat (rakus) kemudian melemah dan tertidur puas. (Dewi dkk, 2011; h. 24)





1. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas
1)   Perubahan Sistem Reproduksi
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya.Uterus secara berangsur kembali kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti hamil.
a)          Involusi
1)        Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos uterus.
2)   Proses involusi
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira – kira 2 cm dibawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira – kira sama dengan berat uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk pertumbuhan massif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada hyperplasia, penigkatan jumlah sel – sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel – sel yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan kadar hormone – hormone ini menyebabkan terjadi autolysis. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a)    Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastis dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
b)   Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
c. Efek  oksitosin (kontraksi)
Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,  mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterus akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi suplai darah keuterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi pendarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
3)   Bagian Bekas Implantasi Plasenta
a)        Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12 x 5 cm, permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.
b)        Pada pembuluh darah terjadi pembentukan thrombosis disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
c)        Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu kedua sebesar 6 – 8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d)       Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis bersama dengan lochea.
e)        Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis endometrium.
f)         Luka sembuh sempurna pada 6 – 8 miinggu postpartum.
              (Jannah, 2011; h. 67-68)
Tabel 2.1. Involusi Uterus
Involusi
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus (gr)
Bayi lahir
Setinggi pusat, 2 jari di bawah pusat
1000 gr
1 minggu
Pertengahan pusat sisfisis
750 gr
2 minggu
Tidak teraba diatas simfisis
500 gr
6 minggu
Normal
50 gr
8 minggu
Normal seperti sebelum hamil
30 gr
(Saleha, 2009; h. 55)
                                    Tinggi fundus uteri masa nifas (pusdiknakes, 2003)
Involusi uteri dari luar dapat diamati yitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara:
1)      Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
2)      Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba.
(Ambarwati dkk, 2008; h. 77)
a.    Perubahan Ligamen
Ligamen – ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur – angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, dan jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendur. (Dewi dkk, 2011; h. 57)
b.    Lochea
     Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. lochia   mempunyai bau amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volume nya berbeda-beda pada setiap wanita. (Dewi dkk, 2011; h. 58)
                                 Berikut Ini Adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada masa nifas yaitu :
1)   Lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa selaput kebutuhan, sel – sel desidua verniks caseosa, lanugo dan mekonium selama 2 hari pasca persalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama dua sampai tiga hari Post partum.
2)   Lokia sanguilenta berwarna merah kunig bersih darah dan lender yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan.
3)   Lokia serosa adalah lokia berikutnya, Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidah berdarah lagi pada hari ke-7 ssampai hari ke-14 pascapersalinan.
4)   Lokia alba adalah lokia yang terakhir, Lokia alba mengandung terutama cairan serum, jaringan desidua, leukosit, dan eritrosit. Dimulai dari hari ke-14 sampai satu atau dua minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel – sel desidua.
     (Saleha, 2009; h. 56)
c.    Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnua trombosis degenerasi dan nekrosi padatempat implantasi plasenta,hari pertama tebalnya 2,2 mm pada hari ketiga mulai ratasehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta.  (Saleha, 2009; h. 57)
d.   Servik
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. warnanya merah kehitaman, karena berisi pembuluh darah. konsistensi lunak biasanya terdapat laserasi karena terjadi robekan kecil selama dilatasi, dan serviks tidak pernah kembali seperti keadaan sebelum hamil. (Jannah, 2011; h. 71)
e.    Vulva danVagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses pesalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu). (Jannah, 2011; h. 71)
2.      Perubahan Sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanan dua jam setelah persalinan.
Pada ibu nifas lama dan terlantar mudah terjad inileus paralitikus, yaitu adanya obstruksi usus akibat tidak adanya peristaltik usus. Penyebabnya adalah penekanan buah dada dalam kehamilan dan partus lama, sehingga membatasi gerak peristaltik usus, serta bisa juga terjadi karena pengaruh psikis takut BAB karena ada luka perineum. (Saleha, 2009; h. 58-59)


3.      Sistem perkemihan
Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilaan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Disamping itu, kandung kemih pada puerpurium mempunyai kapasitas yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu distensi yang berlebihan, urine residual yang berlebihan. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami distensi akan kembali normal pada dua minggu sampai delapan minggu setelah persalinan.
(Saleha, 2009; h. 59)
4.      Perubahan Sistem Muskuluskeletal
Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. (Saleha, 2009; h. 59)
5.      Perubahan Sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan pada sistem endokrin terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Oksitosin
Oksitosin disekresi dari kelenjar otak bagian belakang, selama persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasentadan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, hal tersebut membantu uterus kembali kebentuk semula.
Prolaktin
Menurunnya kadar esterogen menimbulkan terangsangnya kelenjar ptituitary bagian belakang untuk mengluarkan prolaktin horrmon ini berperan dalam pembesaran payudara dan produksi ASI.
Esterogen Dan Progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanisme nya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkan esterogen yang tinngi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Dan progesteron mempengaruhi otot-otot  halus yang mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dasar panggul, peruneum dan vulva serta vagina. (Saleha, 2009; h. 60)
6.      Perubahan Tanda –Tanda Vital
a.    Suhu badan
     Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2°C. sesudah partus dapat naik kurang dari 0,5 °C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8°C. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu ibu lebih dari 38°C, mungkin terjadi infeksi pada klien.

b.    Nadi dan pernafasan
     Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/meni setelah partus, dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
c.    Tekanan darah
     Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit – penyakit lain yang menyertai dalam ½ bulan tanpa pengobatan.
    (Saleha, 2009; hal. 61)
7.      Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung ,volumenya cukup dan curah jantung menungkat selama hamil,segera setelah melahirkan keadaan tersebut akan meningkat lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah biasanya melintasi utero/plasentatiba- tiba kembali kesirkulasi umum. Nilai curah jantung mencapai puncak selama awal puerpurium 2-3 minggu setelah melahirkan curah jantung berada pada tingkat sebelum hamil. (Jannah, 2011; h. 76)


a. Perineum
Setelah persalinan perineum menjadi kendur karena teregang oleh tekanan kepala yang bergerak maju. pulihnya otot perineum terjadi sekitar 5-6 minggu post partum. (Jannah, 2011; h. 71)
8.      Eliminasi
a.       BAK
Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam post partum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
b.      BAB
Ibu postpartum diharapkan buang air besar (defekasi) setelah hari kedua postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar peroral atau per rectal. Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma ( huknah ).
(Saleha, 2009; h. 73)
9.      Kebersihan Diri
       Mandi ditempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri dikamar mandi, yang terutama dibersihakan adalah putting susu dan mamae dilanjutkan perawatan perineum

  a. Perawatan perineum
Apabila telah buang air besar atau buang air kecil perineum dibersihkan secara rutin. Caranya dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Biasanya ibu merasa takut pada kemungkinan jahitannya akan lepas, juga merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihkan atau dicuci. Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah buang air kecil atau buang air besar. Cara membersihkannya dari depan kearah belakang.
(Dewi dkk, 2011; h. 74-75)
10.    Nutrisi dan Cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. (Saleha, 2009; hal. 71)
j.        Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas
Periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut ini yaitu :
1.   Taking in : Periode ini terjadi 1-2 hari setelah persalinan,ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain,fokus perhatian terhadap tubuhnya,ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami,serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat
2.   Taking Hold : Periode ini berlangsung pada hari 3-4 hari postpartum,ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuanya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi.pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif,sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
3.    Letting Go : Periode ini dialami setelah ibu dan bayi  pulang ke rumah,ibu mulai secara penuh menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya. (Saleha, 2009; h. 63-64)
k.      Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas
Patologi yang sering terjadi pada nifas adalah sebagai berikut :
1)   Infeksi nifas
Infeksi puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. (Saleha, 2009; h. 96)
Jika terjadi infeksi parametrium, timbulkan pembengkakan yang mula-mula lunak, tetapi kemudian menjadi keras kembali dengan gejala klinis sebagai berikut:
a)    Uterus agak membesar dan melembek
b)   Nyeri pada perabaan
c)    Suhu tubuh 39°C-40°C
d)   Nadi cepat dan menggigil
e)    Lokia banyak dan berbau
(Saleha, 2009; h. 98)
2)   Perdarahan dalam masa nifas
Penyebab perdarahan dalam masa nifas adalah sebagai berikut:
a)     Sisa plasenta dan polip plasenta
b)    Endometritis puerperalis
c)     Sebab-sebab fungsional
d)    Perdarahan luka
3)   Infeksi saluran kemih
 Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan hipotomi kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang terlalu sering, kotaminasi kuman dari perineum, atau kateterisasi yang sering.
4)   Patologi menyusui
Berikut ini adalah masalah-masalah yang biasanya terjadi dalam pemberian ASI:
a)    Putting susu lecet
b)   Payudara bengkak
c)    Saluran susu tersumbat
   Penyebabnya terjadinya masalah tersebut adalah :
a)      Tekanan jari ibu yang terlalu kuat pada waktu menyusui
b)      Pemakaian bra yang terlalu ketat
c)      Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu terkumpul tidak segera dikeluarkan, sehingga terbentuklah sumbatan.
     Gejala yang timbul akibat masalah tersebut adalah :
1)   Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan lunak pada perabaan
2)   Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri dan bengkak yang terlokasir
3)   Abses payudara
          (Saleha, 2009; h. 100-109)
L. Luka Perinium (robekan perinium)
1. Pengertian
Rupture adalah luka pada perinium yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Rukiyah dkk, 2010; h. 361)
2.    Tingkat Robekan Perinium
a)    Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perinium

b)   Tingkat II
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit  perinium, dan otot perinium
c)    Tingkat III
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perinium, otot perinium, dan otot sfingter ani.
d)   Tingkat IV    
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perinium, otot perinium, otot sfingter ani, dan dinding depan rektum.
(JNPK-KR, 2008; h. 111)
3.   Perawatan Luka Perineum
a)    Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut).



1)   Waktu Perawatan
a)    Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
b)   Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
c)    Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan. (Rukiyah dkk, 2010; h. 361- 362)

4.      Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
a)     Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein. (Rukiyah dkk, 2010; h. 362)
b)    Obat-obatan
1)   Steroid
Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon inflamasi normal.
2)   Antikoagulan
  Dapat menyebabkan hemoragi.
3)        Antibiotik spektrum luas / spesifik
Efektif bila diberikan segera sebelum pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular. (Rukiyah dkk, 2010; h. 362)
c). Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi terhadap proses    penyembuhan luka.Salah satu sifat genetic yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin  dapat di hambat, sehingga dapat menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi  penipisan protein-kalori.
d)       Sarana Prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.
e)      Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.isan protein-kalori. (Rukiyah dkk, 2010; h. 362)
5.      Tindakan Perawatan Luka
a)    Alat- alat
1)    Sarung tangan DTT 1 pasang
2)    Kapas dettol dalam tempatnya
3)    Pispot
4)    Betadine zalf
5)    Kom kecil dengan kassa steril dan lidi kapas
6)    Perlak dan pengalas
7)    Celana dalam dan pembalut
8)    Bengkok
9)    Ember sampah tertutup
10)    Status pesien dan alat tulis
11)    Larutan klorin pada tempatnya
b)   Persiapan pasien
1)    Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2)    Ibu diberitau tujuan dan prosedur tindakan
c)    Tindakan
1)      Mencuci tangan
2)      Berilah waktu apabila ibu ingin buang air kecil
3)      Mempersilakan pada pasien untuk meepaskan pakaian bawah, badan bagian bawah ditutupi dengan selimut. Kaji lochea, buang pembalut kedalam ember sampah basah
4)      Perlak dan pengalas di pasang dibawah bokong pasien
5)      Pasang pispot dibawah bokong pasien
6)      Siram vulva dan sekitarnya dengan air
7)      Memakai sarung tangan
8)      Melakukan vulva hygiene
9)      Buang kapas kotor dalam ember sampah basah
10)  Amati keadaaan luka jaitan
11)  Obati ika dengan betadien
12)  Biarkan sejenak sampai luka mongering, lalu tutup dengan kassa steril
13)   Merapikan pasien
14)  Melepas sarung tangan, masukan dalam larutan klorin. Membereskan alat-alat
15)  Mendokumentasikan tindakan dalam status pasien
16)  Mengucapkan trimakasih kepada pasien atas kerja samanya dalam prosedur tindakan
17)  Mengucapkan salam penutup (Sulistyawati, 2009; h. 233)
d)   Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah:
1)    Perineum tidak lembab
2)     Posisi pembalut tepat
3)    Ibu merasa nyaman (Rukiyah dkk, 2010; h. 365)
6.      Dampak Dari Perawatan Luka Perinium
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini :
a)    Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
b)   Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.

c)        Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah. (Rukiyah dkk, 2010; h. 363)
m.Tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas adalah:
                                              1)     Demam tinggi >38 oc.
                                              2)     Perdaraha vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak
                                              3)     Nyeri perut hebat
                                              4)     Sakit kepala parah dan pandangan nanar
                                              5)     Pembengkakan pada wajah jari-jari dan tangan
                                              6)     Rasa nyeri, merah, bengkak, kemerahan, lunak disertai demam
                                              7)     Puting payudara berdarah atau merekah
                                              8)     Tubuh lemas dan terasa mau pingsan
                                              9)     Kehilangan nafsu makan
                                          10)     Tidak bisa BAB dan BAK
                                          11)     Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya atau dirinya sendiri. (Maryunanik, 2009; h. 139-140)


B.     TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik kliesnt maupun pemberi asuhan.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebgaai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap klien.
Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik. (Soepardan, 2008; h. 96)
Langkah dalam manajemen kebidanan  menurut Varney
1.          Pengumpulan data dasar
Pada langkah pertama di kumpulkan semua informasi data yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
(Soepardan, 2008; h. 97)


1.    Data Subyektif
Biodata yang mencakup identitas pasien
a.    Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b.    Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental psikisnya belum siap, sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas.
c.    Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
d.   Suku/ Bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
e.  Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui  sejauh mana tingakat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikanya.
Berdasarkan jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi dibagi dalam 3 kategori yakni rendah/dasar ( SD dan SMP sederajat), sedang atau menengah (SMA sederajat), dan tinggi (perguruan tinggi) (http://repository.ipb.ac.id)
f.     Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
g.    Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
1)      Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa nyeri pada sat menyusui karna puting susu lecet.
2)        Riwayat kesehatan
a)    Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya.
b)   Riwayat kesehatan yang lalu.
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti jantung, DM, hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada masa hamil ini.
c)    Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.
d)   Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa. (Ambarwati dkk, 2009; h. 131-169)
3)        Riwayat obstetri
1.    Riwayat haid
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya. (Sulistyawati, 2012; h. 167)
a.    Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12- 16 tahun.



b.    Siklus
Jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari, biasanya sekitar 23-32 hari.
c.    Volume
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstrusi yang di keluarkan.
d.   Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak. Keluhan yang disampaikan oleh pasien dapat menunjukkan kepada diagnosa tertentu. (Sulistyawati, 2012; h. 167)
e.    Flour Albus
Leukorea (fluor albus) atau keputihan adalah pengeluaran cairan dari jalan lahir yang bukan darah. Leukorea fisiologis terjadi mendekati ovulasi (karena rangsangan seksual), menjelang dan sesudah menstruasi atau pengaruh hormone pada kehamilan.Terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang mengantongi banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Ciri-cirinya adalah: berwarna putih dan menjadi kekuningan bila kontak dengan udara karena prosesokside; tidak gatal; tidak mewarnai pakaian dalam dan tidak berbau.
Leukorea patologis terjadi karena infeksi vaginal, infeksi trikomonas vaginalis, infeksi jamur candida albicans, keganasan reproduksi ataupun adanya benda asing dalam jalan lahir. Terdapat banyak leukosit. Ciri-ciri adalah: terjadi peningkatan volume (membasahi celana dalam); terdapat bau yang khas; perubahan konsistensi dan warna; penyebab infeksi Trikomoniasis, Kandidiasis dan Vaginosis bacterial. (http://www.lusa.web.id)
4)            Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a)    Nutrisi
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama kebutuhan protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.
1.      Kebutuhan kalori ibu rata-rata ibu menggunakan kira-kira 640 kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal. Rata-rata ibu harus mengkonsumsi 2.300-2.700 kal ketika menyusui. Makanan yang dikonsumsi perlu memenuhi syarat, seperti susunannya harus seimbang, porsinya cukup, dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, serta tidak mengandung alkohol, nikotin, bahan pengawet, dan pewarna.
2.      Ibu memerlukan tambahan 20 gr protein diatas kebutuhan normal ketika menyusui jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel yang rusak atau mati.
3.      Ibu menyusui dianjurkan minum 2-3 liter per hari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). Mineral, air, dan vitamin digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran metabolisme didalam tubuh. (Dewi dkk, 2011; h. 71-72)
b)            Eliminasi
Ibu diminta untuk buang air kecil minimal 6 jam post partum, apabila setelah 8 jam post partum ibu belum dapat berkemih maka ibu hendaknya dilakukan kateterisasi.Untuk pola buang air besar, setelah 2 hari ibu diharapkan sudah dapat buang air besar, jika pada hari ke 3 ibu belum dapat buang air besar maka ibu diberi obat peroral atau perektal.
(Saleha, 2009; h. 73)
Dalam kasus ini ibu sudah dalam 8 jam postpartum dan ibu belum BAB sampai hari kedua postpartum. Menurut teori biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pecernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. (Ambarwati, 2009; h. 80)
Usus besar cenderung seret/tidak lancar setelah melahirkan karena masih adanya efek progesterone yang tertinggal dan penurunan tonus otot abdomen (Maryunani, 2009; h. 20)
b.    Istirahat
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Akan terasa lebih lelah bila partus berlangsung agak lama. Seorang ibu baru akan cemas apakah ia mampu merasa anaknya atau tidak setelah melahirkan. Hal ini mengakibatkan susah tidur, alasan lainnya adalah terjadi gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus bangun malam untuk meneteki, atau mengganti popok yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. (Dewi dkk, 2011; h. 76)
Ibu yang menyusui dalam masa nifas memerlukan istirahat yang cukup minimal 8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam dan siang.
c.    Personal hygiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga. (Saleha, 2009; h. 73)
d.   Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses pengembalian alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi. (Ambarwati dkk, 2008; h. 137)
e.    Hubungan Seksual
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8 minggu. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, maka aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. (Dewi dkk, 2011; h. 77)
1.             Riwayat psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan emosi/psikologis selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.(Ambarwati dkk, 2008; h. 134)
2.    Data Objektif
Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data objektif ini adalah :
1.   Pemeriksaan umum
1)         Keadaan umum
Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, hasil pengamatan yang di laporkan kriterianya baik atau lemah.
2)         Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien,kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan compos mentis sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar). (Sulistyawati, 2012; h. 226)

2.   Vital sign
1)   Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum. Tekanan Darah <140/90 dikatakan normal pada ibu post partum. (Ambarwati dkk, 2009; h. 85)
2)   Nadi
Nadi berkisar antara 60-80x/menit denyut nadi diatas 100x/menit pada masa nifas adalah mengidentifikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebihan. (Ambarwati dkk, 2009; h. 138)
3)   Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu   sekitar 20-30x/menit. (Ambarwati dkk, 2009; h. 139)
4)   Suhu badan
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan, selain itu bisa juga disebabkan karena istirahat dan tidur yang diperpanjang selama awal persalinan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh kembali normal. Kenaikan suhu yang mencapai >38°C adalah mengarah ke tanda-tanda infeksi. (Dewi dkk, 2011; h. 60)
3.    Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi : pemeriksaan khusus ( terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya ( Soepardan, 2008; h. 97-98).
1)      Pemeriksaan fisik
Kepala         :      Bentuk simetris atau tidak, keadaan rambut, kebersihan kepala, terdapat rasa nyeri atau tidak
Muka           :     Terdapat oedema atau tidak, kebersihan muka dan nyeri tekan atau tidak    
Mata            :     Konjungtiva, pupil, sklera, dan kebersihan mata
Telinga        :     Bentuk, kebersihan telinga dan nyeri tekan pada telinga
Hidung        :     Kebersihan hidung, dan terdapat pembesaran polip atau tidak
Mulut          :      Bibir, gusi dan gigi, bau mulut, lidah
Leher          :       Bentuk kulit, pembesaran kelenjar
Dada           :      Bentuk dada, suara jantung, suara paru-paru,
Payudara menjadi besar saat hamil dan menyusui dan biasanya mengecil setelah menopouse. pembesaran ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan penyangga dan penimbunan jaringan lemak.
Areola mamae (kalang payudara) letaknya mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dan plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. (Ambarwati dkk, 2009; h. 7)
Perut           :         Bekas operasi, nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri ketuk, bising usus ekstermitas, TFU segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5 sampai 7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba.( Ambarwati, 2009; hal 77)
Punggung   :    Nyeri tekan, nyeri ketuk
Genetalia    :    Kebersihan, pengeluaran, dan bau.
Lokia adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokhea rubra muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. (Priharjo, 2007; h. 50-154)
Ekstermitas :  Varices, oedema dan reflek patella (Ambarwati dkk, 2009; h.141)


11.  Interprestasi data
Pada langkah kedua dilakukan  identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.Data tersebut diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. (Soepardan, 2008; h. 99)
1)      Diagnosa Kebidanan
Pada langkah kedua dilakukan  identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.Data tersebut di interpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. (Soepardan, 2008; h. 99)
2)      Masalah
Permasalahan
yang muncul berdasarkan pernyataan pasien. (Ambarwati,2009;h.141)
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya. Sulistyawati, 2009;h.192)
Hal-hal yang berkaitan dengan pengamatan klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis.
(Hani dkk, 2010; h. 99).


3)      Mengidentifikasi kebutuhan
Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya. Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosinya. (Sulistyawati, 2009; h.192)
111.     Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya
Pada langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. (Soepardan, 2008; h. 99-100)
1V. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, untuk melakukan konsultasi kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan klien
Mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lainya sesuai dengan kondisi klien, melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawat klinis. (Soepardan, 2008; h. 100)
V. Perencanaan asuhan secara menyeluruh
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 143)
            Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi puting susu lecet   adalah:
a.    Cari penyebab putting lecet
b.   Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan
c.    Olesi puting dengan ASI akhir
d.   Menyusui lebih sering
e.    Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu 1x24 jam
f.    Cuci payudara sekali sehari tidak dibenarkan untuk mengunakan sabun
g.   Posisi menyusui harus benar
h.   Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan kering
i.     Pergunakan bra yang menyangga
j.     Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit
k.   Jika penyebab monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin
V1. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dilakukan secara efesien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainya. (Soepardan, 2008; h. 102)
V11. Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali asuhan yang belum terlaksana. (Dewi dkk, 2011; h. 125)

C.    Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1.    Kewenangan normal:
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
a)      Pelayanan Kesehatan Ibu
1)         Ruang lingkup:
a.    Pelayanan ibu nifas normal
b.    Pelayanan ibu menyusui
2)         Kewenangan:
a.    Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
b.    Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifasFasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
c.    Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
d.   Penyuluhan dan konseling
e.    Pemberian surat keterangan kematian
b)   Pelayanan Kesehatan Anak
1)  Ruang lingkup:
a.       Pelayanan bayi
2)  Kewenangan
a.    perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
b.    Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
c.    Pemberian konseling dan penyuluhan
d.   Pemberian surat keterangan kelahiran
e.    Pemberian surat keterangan kematian
                        (http://www.kesehatanibu.depkes.go.id)




No comments:

Post a Comment