BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Menurut
data World Health Organization (WHO), sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di
Negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di Negara-negara berkembang
merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan Negara maju dan 51
negara persemakmuran. Menurut WHO, 81% AKI akibat komplikasi selama hamil dan
bersalin dan 25% selama masa Post Partum. (http://www.scribd.com)
Departemen kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada
tahun 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang pertahun.
Untuk mencapai target mellenium Development Goal (MDGs) 2015 yaitu AKI sebesar
102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup.
butuh upaya yang lebih keras serta partisipasi sebagai pihak, termasuk bidan. (http://karyatulisilmiah12.blogspot.com)
AKI yang tinggi menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu. Jumlah
kasus kematian ibu yang dilaporkan di Provinsi Lampung sampai dengan bulan
Desember tahun 2012 sebanyak 178 kasus. terjadi peningkatan yang signifikan
dibandingkan tahun 2011 yaitu 152 kasus. Penyumbang kematian terbanyak adalah Kota Bandar Lampung dengan
kasus terbanyak adalah eklampsia dan perdarahan, rata-rata penyebab kematian
ibu adalah perdarahan (23%), eklampsi 33%, infeksi 2%, dan kematian karena
adanya penyakit-penyakit lain 42%, (Dinkes Lampung, 2012).
Masa nifas atau puerpurium dimulai
sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu (42 hari) setelah itu.
Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan
keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju
ataupun berkembang perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju
pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaannya yang sebenarnya justru
merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta
bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. (Sarwono, 2010; h. 357)
Beberapa masalah dalam masa nifas
adalah putting susu lecet, payudara bengkak, saluran ASI tersumbat, mastitis,
abses payudara, ASI tidak keluar secara optimal sehingga bayi enggan menyusu,
dan bayi menjadi kembung. Umumnya putting susu lecet pada saat
menyusui akan menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Putting susu
lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula
disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis. (Sulistiawati, 2009; h. 32)
Puting susu yang lecet dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada dan salah
satu penyebab kematian ibu di kota Bandar Lampung adalah infeksi. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan di BPS Nurhasanah Bandar Lampung terdapat ibu post partum primi yang mengalami
puting susu lecet dan sebagian juga terjadi pada ibu post partum multi. Pada bulan April 2013 terdapat 29 Ibu Bersalin 16 ibu post partum primi dan
13 ibu post partum multi dan di BPS Apin Sofia sebanyak 8 Ibu Bersalin 3 ibu
post partum primi dan 5 ibu post partum multi namun hasil dari wawancara dan observasi langsung yang dilakukan di
BPS Nurhasanah pada tanggal 19 Mei 2013, terdapat 3 ibu post partum dan seluruhnya mengalami
puting susu lecet.
Hal tersebut melatar belakangi penulis untuk menyusun
Karya Tulis ilmiah dengan judul Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Dengan Puting
Susu Lecet di BPS Nurhasan Teluk Betung Bandar Lampung.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24
Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan umum
Penulis mampu
memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan
Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk Betung Tahun 2013.
2.
Tujuan khusus
2.1 Dapat melaksanakan pengkajian Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap
Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk
Betung Tahun 2013.
2.2 Dapat melaksanakan interprestasi data untuk menentukan
diagnosa, masalah, dan kebutuhan Pada Ibu Nifas Terhadap
Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk
Betung Tahun 2013.
2.3 Dapat menentukan diagnosa/masalah
petensial dan antisipasi penanganan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah
Teluk Betung Tahun 2013.
2.4 Dapat melaksanakan tindakan segera/kolaborasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap
Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk
Betung Tahun 2013.
2.5 Dapat merencanakan tindakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk
Betung Tahun 2013.
2.6 Dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap
Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah Teluk
Betung Tahun 2013.
2.1 Dapat melakukan evaluasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Terhadap Ny. N Usia 24 Tahun P1A0 Dengan Puting Susu Lecet di BPS Nurhasanah
Teluk Betung Tahun 2013.
D. RUANG LINGKUP
1. Sasaran
Obyek
penelitian dalam Study Kasus ini adalah satu orang ibu nifas dengan puting susu lecet yaitu Ny. N Usia 24
Tahun P1A0.
2.
Tempat
Study penelitian
ini dilakukan di BPS Nurkhasanah Teluk Betung Barat tahun 2013.
3.
Waktu
Stady kasus
akan dilaksanakan pada tanggal 19 Mei – 23 Mei tahun 2013.
E. MANFAAT PENELITIAN
a.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan bacaan dan
memberikan informasi pada penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan
masalah pada ibu masa nifas.
b.
Bagi Lahan praktek
Sebagai bahan masukan bagi tempat
penelitian untuk dapat mengoptimalkan sistem penyuluhan tentang puting susu
lecet pada ibu menyusui.
c.
Bagi Pasien
Diharapkan
pada ibu menyusui yang mempunyai bayi 0 – 11 bulan mengetahui bahwa penenganan
pada puting susu lecet sangat dianjurkan karena untuk mencegah terjadinya
masalah-masalah pada saat menyusui.
d.
Bagi Peneliti selanjutnya
Diharapkan
penulis memperoleh
Ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan dilakukannya penelitian dan sebagai
sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat.
F. METODOLOGI DAN TEKNIK
MEMPEROLEH DATA
Metodologi Penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini adalah studi kasus deskritif yaitu merupakan
penelitian yang berusaha mendeskripsikan danmenginterpretasikan sesuatu,
misalnyakondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses
yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau
tentangkecendrungan yang tengah berlangsung.
1. Tehnik Memperoleh Data
Untuk
memperoleh data, tehnik yang digunakan sebagai berikut:
a.
Data Primer
1). Wawancara
Adalah suatu metode yang
dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana penelitian mendapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari
seseorang sasaran penelitian (responden) (Notoatmodjo, 2005: h. 102)
Wawancara
dilakukan dengan cara :
a)
Auto anamnesa
Wawancara yang langsung dilakukan kepada
klien mengenai penyakitnya.
b)
Allo anamnesa
Wawancara yang dilakukan kepada keluarga atau orang lain
mengenai penyakit klien (Sulistyawati, 2012; h. 166 )
2. Pengkajian Fisik
Adalah suatu pengkajian yang dapat
dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses keperawatan atau tahap
pengkajian atau pemeriksaan klinis dari sistem pelayanan terintegrasi, yang
prinsipnya menggunakan cara–cara yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran,
yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Prihardjo, 2006; h. 2-3).
b. Data Sekunder
1)
Studi Pustaka
Adalah metode pengumpulan data dengan
mempelajari catatan tentang pasien yang ada (Notoatmodjo, 2005; h. 63). Penulis mencari, mengumpulkan, dan mempelajari
referensi yang relevan berdasarkan kasus yang dibahas yakni Asuhan Kebidanan
pada ibu nifas dengan puting susu lecet dari beberapa buku dan informasi dari
internet.
2)
Studi Dokumenter
Adalah semua bentuk dokumen baik yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang ada dibawah tanggung jawab
instansi resmi, misalnya laporan,
statistik, catatan–catatan di dalam kartu klinik ( Notoatmodjo, 2005; h. 62).
Studi dilakukan
dengan mempelajari status klien yang bersumber dari data catatan Dokter, Bidan
maupun sumber lain yang menunjang seperti hasil pemeriksaan dan diagnosa
sementara.
BAB
II
LANDASAN TEORI
A.
Tinajuan teori
medis
1.
Pengertian Masa Nifas
Masa
nifas (puerpurium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu. (Saleha, 2009; h. 2)
Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau
peurpurium di mulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (42 hari). (Dewi dkk, 2011; h. 1)
Periode pasca
persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganaya
secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju maupun negara
berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa
kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya,
oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi
lebih sering terjadi pada masa pasca persalinan. Keadaan ini terutama
disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, di samping ketidaktersediaan pelayanan
atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan
kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya keberhasilan
promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap
masalah dan penyakit yang timbul pada masa pasca persalinan.
Masa pasca
persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta bayi. Bagi ibu yang mengalami persalinan untuk
pertama kalinya, ibu menyadari terjadinya perubahan kehidupan yang sangat
bermakna selama hidupnya. Keadaan ini di
tandai dengan perubahan emosional, perubahan fisik secara dramatis, hubungan
keluarga dan aturan serta penyesuaian terhadap aturan yang baru. Termasuk di
dalamnya perubahan dari seorang perempuan menjadi seorang ibu di samping masa
pascapersalinan mungkin menjadi masa perubahan dan penyesuaian sosial ataupun perseorangan
(individual). (Sarwono, 2010; h. 357)
2.
Tujuan Asuhan
Masa Nifas
a.
Menjaga
Kesehatan Ibu dan Bayinya
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis
harus diberikan oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga
kebersihan seluruh tubuh. Bidan mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana
membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air . Pastikan bahwa ia mengerti
untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang dan baru membersihkan daerah disekitar anus. Sarankan ibu untuk
mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi
atau laserasi sarankan ibu untuk menghindari / tidak menyentuh daerah luka.
b.
Melaksanakan
skrining secara komprehensif
Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan
mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya. Pada hal ini seorang bidan bertugas untuk melakukan pengawasan
kala IV yang meliputi pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU, pengawasan PPV,
pengwasan konsistensi rahim, dan pengawasan keadaan umum ibu. Bila ditemukan permasalahan, maka
harus segera melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan pada
penatalaksanaan masa nifas.
c.
Memberikan
pendidikan kesehatan diri
Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan
diri, nutrisi KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan
bayi sehat. Ibu-ibu postpartum harus diberikan pendidikan mengenai pentingnya gizi antara lain kebutuhan gizi ibu menyusui, yaitu
sebagai berikut.
1) Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan
protein, mineral, dan vitamin yang cukup
3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari
(anjurkan ibu untuk minum sebelum menyusui).
d. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai
laktasi dan perawatan payudara, yaitu sebagai berikut.
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering
2) Menggunakan bra yang menyokong payudara
3) Apabila puting susu lecet, oleskan kolosterum
atau asi yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui.
Menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet
4) Lakukan pengompresan apabila bengkak dan
terjadinya bendungan ASI.
5) Konseling mengenai KB.
Bidan memberikan konseling mengenai KB,
antaraa lain seperti berikut ini.
a)
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2
tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan
dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada
mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
b)
Biasanya wanita akan menghasilkan ovulasi sebelum ia
mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. Oleh karena itu, penggunaan KB
dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya
metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah persalinan
c)
Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelaskan
efektivitasnya, efek samping, untung ruginya, kapan metode tersebut dapat
digunakan.
d) Jika ibu dan pasangan telah memilih metode KB
tertentu, dalam 2 minggu ibu dianjurkan untuk kembali. Hal ini untuk melihat
apakah metode tersebut bekerja dengan baik. (Dewi dkk, 2011; h. 2-3)
3.
Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa
Nifas
Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa
Nifas Dari Berbagai Macam Sumber.
a. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas menurut. Ambarwati dkk (2008; h. 3) adalah :
1) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
2) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan ,mengenal tanda bahaya,menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekan kebersihan yang aman
3) Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan bayi
4) Memulai dan mendorong pemberian ASI
b.
Peran dan
tanggung jawab bidan dalam masa nifas menurut. Sulistyawati (2009; h. 4-5) adalah :
1)
Teman terdekat,
sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi saat-saat kritis masa nifas.
Pada awal masa nifas, ibu mengalami masa-masa sulit. Saat itulah, ibu sangat
membutuhkan teman terdekat yang dapat ia andalkan dalam mengatasi kesulitan
yang ia alami.
2)
Pendidik dalam
usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga. Masa nifas
merupakan masa yang paling efektif bagi bidan untuk menjalankan perannya
sebagai pendidik, dalam hal ini, tidak hanya ibu yang akan mendapatkan materi
pendidikan kesehatan, tapi juga seluruh anggota keluarga.
3)
Pelaksanaan
asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawaatan, pemantauan, penanganan
masalah, rujukan, dan deteksi dini komplikasi masa nifas. Dalam menjalankan
peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat di tuntut kemampuannya dalam
menerapkan teori yang telah didapatkan dari pasien.
4.
Tahapan Masa Nifas
a.
Tahapan masa
nifas
Masa nifas di bagi menjadi tiga tahapan, yaitu peurperium dini,
peurperium intermedial, dan remote
peurperium.
1)
Peurperium dini
Peurperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal
ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam,di
anggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2)
Peurperium
intermedial
Peurperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh
alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3)
Remote
peurperium
Remote peurperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama
berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan. (sulistyawati,
2009; h. 5)
b.
Tahapan masa
nifas
1) Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa nifas ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena
atonia uteri. Oleh karna itu bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokea, tekanan darah, dan suhu.
2) Periode early postpartum (24 jam -1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3)
Periode late
postpartum ( 1 minggu- 5 minggu )
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB. (Saleha,
2009; h. 5-7)
5.
Kebijakan program Nasional Masa Nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali. Kunjungan
ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah,
mendeteksi, serta menangani masalah-masalah yang terjadi. Kunjungan masa nifas
dibagi menjadi 4 kali kunjungan:
a.
6-8 jam setelah
persalinan
1) Mencegah terjadinya perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2)
Mendeteksi dan
merawat penyebab lain perdarahan dan memberikan rujukan bila perdarahan
berlanjut
3)
Memberikan
konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
4)
Pemberian asi
pada awal
5)
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6)
Menjaga
bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi. Jika bidan menolong
persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
b.
Enam hari
setelah persalinan
1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus dibawah umbilicus tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau
2)
Menilai adanya
tanda-tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca persalinan
3)
Memastikan ibu
mendapat cukupan makanan, cairan dan istirahat
4)
Memastikan ibu
menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
5)
Memberikan
konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali pusat serta menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari
c.
Dua minggu
setelah persalinan sama seperti di atas (enam hari setelah persalinan)
d.
Enam minggu
setelah persalinan
1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang di alaminya atau
bayinya
2)
Memberikan
konseling untuk KB secara dini
(Dewi dkk, 2011; h. 4-5)
6.
Proses Laktasi
dan Menyusui
a.
Anatomi Payudara
Payudara yang matang adalah salah
satu tanda pertumbuhan sekunder dari seorang perempuan dan salah satu organ
yang indah dan menarik. Lebih dari itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup
keturunannya, maka organ ini menjadi sumber utama kehidupan, karena Air Susu
Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting, terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupan bayi.
Payudara
adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada. Fungsi dari
payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia yang mempunyai
sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600
gram, dan saat menyusui 800 gram.
1)
Letak :
setiap payudara terletak pada sternum yang meluas setinggi kosta kedua dan
keenam. Payudara ini terletak pada fascia superficialis dinding rongga dada
yang disangga oleh ligamentum sospensorium
2)
Bentuk : bentuk
masing-masing payudara berbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor
(cauda) dari jaringan yang meluas keketiak atau aksila
3)
Ukuran : ukuran
payudara berbeda pada setiap individu, juga tergantung pada stadium
perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih
besar daripada yang lain.
a) Struktur Makroskopis
Struktur makroskopis payudara adalah sebagai berikut
1. Cauda Aksilaris
Adalah jaringan payudara yang meluas ke arah aksila.
2. Areola
Adalah
daerah lingkaran yang terdiri dari kulit yang longgar dan mengalami pigmentasi.
Areola pada masing-masing payudara memiliki garis tengah kira-kira 2.5 cm.
Letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh
penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
3. Papila Mamae
Terletak
setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya variasi bentuk dan ukuran
payudara, maka letaknya akan bervariasi. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang
kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat saraf,
pembuluh darah, pembuluh getah bening, serat-serat otot polos yang tersusun
secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi duktus laktiferus akan memadat dan
menyebabkan puting susu ereksi , sedangkan otot-otot yang Longitudinal akan
menarik kembali puting susu tersebut. Bentuk puting ada 4 macam yaitu bentuk
yang normal, pendek/datar, panjang dan terbenam. (Dewi dkk, 2011;
h. 7-9)
Struktur
Makroskopis
Gambar. 2.1 Jenis-jenis
puting susu
b)
Struktur
Mikroskopis
1.
Alveoli : Alveolus merupakan tempat air susu diproduksi
2.
Ductus
lactifer : saluran
sentral yang merupakan muara beberapa tubulus lactiferus
3.
Ampulla
: bagian dari ductus lactifer yang melebar, yang
merupakan tempat menyimpan air susu. Letaknya di bawah areola
4.
Lanjutan setiap duktus laktiferus : meluas dari ampula sampai muara papilla
mammae. (Dewi dkk, 2011; h. 9)
Gambar. 2.2 Struktur Mikroskopis
b.
Fisiologi
Laktasi
Proses ini timbul setelah plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon
penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI setelah
plasenta lepas, hormon plasenta tersebut tak ada lagi, sehingga susu pun
keluar.
Hormon hormon yang terlibat dalam pembentukan ASI adalah sebagai
berikut:
1) Progesterone
Mempengaruhi tumbuh dan ukuran alveoli. Kadar progesterone dan
estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulus produksi ASI
secara besar-besaran.
2) Estrogen
Menstimulus
sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar estrogen dalam tubuh menurun saat
melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan
selama tetap menyusui
3)
Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan
4)
Oksitosin
Mengencangkan
otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti
halnya juga dalam organisme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan
otot halus disekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluaran susu. Oksitosin
berperan dalam proses turunnya susu (let-down/milk ejection reflex)
5)
Human Placental
Lactogen (HPL)
Sejak
bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam
pertumbuhan payudara, putting dan areola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima
dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI. Namun, ASI juga bisa
diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation). (Saleha, 2009; h. 11-13)
c.
Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:
1)
Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan,
payudara wanita memasuki fase laktogenesis. Saat ini payudara memproduksi
kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan. Pada saat itu, tingkat
progesteron tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini bukan
merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolustrum
sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya
produksi ASI sebenarnya nanti.
2) Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta
menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, esterogen dan HPL secara
tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi
ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila payudara
dirangsang, jumlah prolaktin dalam darah meningkat dan mencapai puncaknya dalam
periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam
kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk
memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian
mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi
ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi,
sedangkan jumlah prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
3)
Laktogenesis
III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan
dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil,
sistem kontrol otokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap
ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak pula.
Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan
seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara dikosongkan. (Saleha, 2009; h.13-15)
d. Proses Produksi Air Susu
Pada seorang ibu yang hamil dikenal dua refleks yang
masing-masing berperan dalam pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu:
refleks prolaktin dan refleks let down.
1) Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas
prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang
fungsinya membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan normal
kembali tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak.
2) Refleks let down
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh
adenohipofisis, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan
neurohipofisis yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel
mioepitelin. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar
dari alveoli dan masuk ke sistem duktus yang selanjutnya mengalir melalui
duktus laktiferus masuk kemulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let
down adalah:
a) Melihat bayi
b) Mendengar suara bayi
c) Mencium bayi
d) Memikirkan untuk menyusui bayi
Beberapa refleks yang memungkinkan bayi baru lahir untuk
memperoleh ASI:
a) Refleks rooting : refleks ini
memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila ia diletakkan
di payudara.
b) Refleks menghisap : yaitu saat bayi mengisi
mulutnya dengan puting susu sampai kelangit-langit dan punggung lidah. Refleks
ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.
c) Refleks menelan : yaitu gerakan pipi dan gusi
dalam menekan aerola, sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang bayi.
( Saleha, 2009; h.15-17)
Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila
bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan
saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar hormon
oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar alveoli akan
berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula. Pengeluaran
oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak
pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin dikeluarkan
oleh hipofisis. (Saleha, 2009; h. 17-18)
e. Pengertian
Teknik Menyusui
Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan putting
susu menjadi lecet dan ASI tidak keluar secara optimal sehingga mempengaruhi
produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. (Dewi dkk, 2011; h. 31-
35)
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi
dengan perleketan dan posisi ibu dan bayi dengan benar.
(Dewi dkk, 2011; h. 30)
1) Mengajarkan kepada ibu tentang tehnik menyusui yang benar
a) Duduk dengan posisi santai dan tegak
b) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada
putting susu dan areola sekitarnya
c) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi diletakkan pada
lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan. Kepala bayi tidak
boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu
d) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satu
didepan
e) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
f) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu
garis lurus
g) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
h) Tangan kanan menyangga payudara kiri dan
keempat jari dan ibu jari menekan payudara bagian atas areola
i)
Bayi diberi rangsangan untuk
membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu
atau menyentuh sisi mulut bayi
j)
Setelah bayi
membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan
putting serta areola dimasukkan ke mulut bayi
k) Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya
diganti menyusui pada payudara yang lain.Cara melepas isapan bayi :
a) Jari kelingking ibu dimasukkan kemulut bayi melalui sudut mulut
b) Dagu bayi ditekan kebawah
l)
Setelah selesai
menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada
putting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.
(Ambarwati dkk, 2009; h. 38-40)
2) Mengajarkan kepada ibu tentang cara menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung
supaya bayi tidak muntah (gumoh) setelah menyusui. Cara
menyendawakan bayi :
a)
Bayi digendong
tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk
perlahan-lahan
b)
Dengan cara
menelungkupkan bayi di atas pangkuan ibu, lalu usap-usap punggung bayi sampai
bayi bersendawa.
(Ambarwati dkk, 2009; h. 40)
f.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Keberhasilan Menyusui
1)
Cara Menyusui
Yang Baik Dan Benar
a)
Posisi badan
ibu dan bayi
b)
Ibu harus duduk
atau berbaring dengan santai
c)
Pegang bayi
pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala
d)
Putar seluruh
badan bayi sehingga menghadap ke ibu
e)
Rapatkan dada
bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara
f)
Tempelkan dagu
bayi pada payudara ibu
g)
Dengan posisi
seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan leher dan
lengan bayi
h)
Jauhkan hidung
bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu bagian
dalam
2)
Posisi Mulut Bayi
Dan Putting Susu Ibu
a)
Payudara dipegang dengan ibu jari di atas jari yang lain
menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk
dan jari tengah (bentuk gunting), di belakang areola (kalang payudara).
b)
Bayi diberi
rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek).
c)
Posisikan
putting susu di atas “bibir atas” bayi dan berhadapan dengan hidung bayi.
d)
Kemudian
masukkan putting susu ibu menelusuri langit-langit mulut bayi.
e)
Setelah bayi
menyusu/menghisap payudara dengan baik, payudara tidak perlu di pegang atau
disangga lagi.
f)
Dianjurkan
tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus-elus bayi.
3) Posisi Menyusui Yang Benar
a)
Tubuh bagian
depan bayi menempel pada tubuh ibu
b)
Dagu bayi
menempel pada payudara
c)
Dagu bayi
menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara (bagian bawah)
d)
Telinga bayi
berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.
e)
Mulut bayi
terbuka dengan bibir bawah yang terbuka.
f)
Sebagian besar
areola tidak nampak.
g)
Bayi menghisap
dalam dan perlahan.
h)
Bayi puas dan
tenang pada akhir menyusu.
i)
Terkadang
terdengar suara bayi menelan.
j)
Putting susu
tidak terasa sakit atau lecet
(Ambarwati dkk, 2009; h.41-43)
4)
Apabila bayi telah menyusui dengan benar, maka
akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
a)
Bayi tampak
tenang
b)
Badan bayi
menempel pada perut ibu
c)
Mulut bayi
terbuka lebar
d)
Dagu bayi
menempel pada payudara ibu
e)
Sebagian areola
masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk
f)
Bayi Nampak
menghisap dengan ritme perlahan-lahan
g)
Putting susu
tidak terasa nyeri
h)
Telinga dan
lengan bayi terletak pada satu garis lurus
i) Kepala bayi agak menengadah. (Saleha, 2009; h. 37-38)
g.
Masalah Dalam Hal Menyusui
Kegagalan dalam proses menyusui sering
disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada
bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham masalah ini, kegagalan menyusui sering
diangap masalah pada anak saja. Dan
hal ini akan menjadi masalah menyusui pada masa nifas dini yaitu sebagai
berikut:
1) Kurang / salah informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula sama
baiknya atau bahkan lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula
bila merasa bahwa ASI kurang. Petugas kesehatan pun masih banyak yang tidak
memberikan informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan
bayi, contohnya:
a)Bayi pada minggu-minggu pertama defekasinya
encer dan sering sehingga dikatan bayi mengalami diare dan sering kali petugas
kesehatan meminta untuk menghentikan menyusui. Padahal sifat defekasi bayi yang
mendapat kolostrum memang demikian karena kolostrum bersifat sebagai laksan
(zat pencahar)
b) Asi belum keluar pada hari pertama sehingga
bayi dianggap perlu diberikan minuman lain, padahal bayi yang baru lahir cukup
bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan yang dapat
mempertahankanya tanpa minuman selama beberapa hari. Di samping itu, pemberian
minum sebelum ASI keluar akan memperlambat pengeluaran ASI oleh bayi karena
bayi menjadi kenyang dan malas menyusui.
c)Payudara berukuran kecil dianggap kurang
menghasilkan ASI padahal ukuran payudara tidak menentukan apakah produksi ASI
cukup atau kurang karena ukuran ditentukan oleh banyaknya lemak pada payudara,
sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya walaupun payudara kecil dan
produksi ASI dapat tetap tercukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan
dengan baik dan benar.
d) Informasi yang perlu duberikan kepada ibu
hamil/ menyusui antara lain meliputi:
1)
Fisiologi laktasi
2)
Keuntungan pemberian ASI
3)
Keuntungan rawat gabung
4)
Cara menyusui yang baik dan benar
5)
Kerugian pemberian susu formula
6)
Menunda memberikan makanan lainnya paling kurang setelah
6 bulan
2) Puting susu datar atau terbenam
Puting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya
tidak selalu menjadi masalah. Oleh karena itu sebaiknya tidak dilakukan
apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segera setelah pasca lahir lakukan
tindakan-tindakan seperti berikut:
a)Skin-to-skin kontak dan biarkan bayi menghisap
sedini mungkin
b)
Biarkan bayi “mencari” puting kemudian menghisapnya
c)Apabila puting benar-benar tidak bisa muncul,
dapat “ditarik” dengan pompa puting susu (nipple puller)
d)
Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap
disusui dengan sedikit penekanan pada aerola mammae
e)Bila terlalu penuh ASI, dapat diperas terlebih
dahulu dan diberikan dengan sendok atau cangkir
3) Putting Susu Lecet
Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal
menyusui. Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi dan putting susu ibu benar, perasaan
nyeri akan segera hilang. Putting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan
benar dan akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan
kadang-kadang mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh
posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidates)
atau dermatitis. (Sulistiawati, 2009; h. 32)
Putting
susu lecet dapat disebabkan oleh trauma saat menyusui. Selain itu, dapat pula terjadi retak dan pembentukan
celah-celah. beberapa penyebab puting susu lecet adalah :
a.
Teknik menyusui
yang tidak benar
b.
Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol, ataupun zat iritan lain
saat ibu membersihkan puting susu
c.
Moniliasis pada
mulut bayi yang menular pada puting susu ibu
d.
Bayi dengan tali
lidah pendek (frenulum lingue)
e.
Cara
menghentikan menyusui yang kurang tepat
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi puting susu lecet adalah:
a.
Cari penyebab
putting lecet
b.
Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan
dengan tangan
c.
Olesi puting dengan ASI akhir
d.
Menyusui lebih sering
e.
Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk
sementara waktu 1x24 jam
f.
Cuci payudara sekali sehari tidak dibenarkan untuk
mengunakan sabun
g.
Posisi menyusui harus benar
h.
Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet
dan biarkan kering
i.
Pergunakan bra
yang menyangga
j.
Bila terasa
sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit
k.
Jika penyebab monilia, diberi pengobatan dengan tablet
Nystatin
4) Puting melesak (masuk ke dalam)
Jika puting susu melesak diketahui sejak
hamil, hendaknya puting susu ditari-tarik dengan menggunakan minyak kelapa
setiap mandi 2-3 kali sehari. Jika puting susu melesak diketahui setelah
melahirkan, dapat dibantu dengan tudung puting (nipple hoot). (Dewi dkk, 2011;
h. 38-40)
5) Payudara Bengkak
Pada
hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri
disebabkan bertambahnya aliran darah ke
payudara bersamaan dengan ASI mulai di produksi dalam jumlah banyak.
Penyebab
bengkak :
a.
Posisi mulut
bayi dan putting susu ibu salah
b.
Produksi ASI
berlebihan
c.
Terlambat
menyusui
d.
Pengeluaran ASI
yang jarang
e.
Waktu menyusui
yang terbatas
Cara mengatasinya hal di atas adalah :
1)
Susui bayinya
semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa batas waktu
2)
Bila bayi sukar
menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau pompa ASI yang efektif
3)
Sebelum
menyusui untuk merangsang refleks oksitosin dapat dilakukan : kompres hangat
untuk mengurangi rasa sakit, massage payudara, massage leher dan punggung.
4)
Setelah
menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema
6) Mastitis Atau Abses Payudara
Mastitis
adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadang kala
diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Didalam terasa ada masa
padat (lump), dan diluarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3
minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang
berlanjut. Tindakan yang dapat dilakukan
:
a.
Kompres
hangat/panas dan pemijatan.
b.
Rangsangan oksitosin,
dimulai pada payudara yang tidak sakit yaitu stimulasi putting susu, pijat
leher punggung, dll.
c.
Pemberian
antibiotik : Flucloxacilin atau erythromycin selama 7-10 hari.
d.
Bila perlu bisa
diberikan istirahat total dan obat untuk penghilang rasa nyeri.
e.
Kalau terjadi
abses sebaiknya tidak disusukan karena mungkin perlu tindakan bedah. (Ambarwati dkk, 2008; h. 47-49 )
h.
Tanda Bayi
Cukup ASI
1)
Bayi minum ASI
tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan ASI 8 kali pada 2-3 minngu
pertama
2)
Kotoran berwarna
kuning dengan frekuensi sering dan warna menjadi lebih muda pada hari kelima
setelah lahir
3)
Bayi akan buang
air kecil (BAK) paling tidak 6-8 kali perhari
4)
Ibu dapat
mendengarkan pada saat bayi mendengarkan ASI
5)
Payudara terasa
lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis
6)
Warna bayi
merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal
7)
Pertumbuhan
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) bayi sesuai dengan grafik pertumbuhan
8)
Perkembangan
motorik baik (bayi aktif dan motorik sesuai dengan rentang usianya)
9)
Bayi kelihatan
puas, sewaktu waktu saat lapar akan bangun dan tidur dengan cukup
10) Bayi menyusu dengan kuat (rakus) kemudian melemah dan tertidur puas. (Dewi dkk, 2011; h. 24)
1. Perubahan Fisiologi pada Masa
Nifas
1) Perubahan Sistem Reproduksi
Setelah plasenta lahir
uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi
otot-ototnya.Uterus secara berangsur kembali kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti hamil.
a)
Involusi
1)
Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram.
Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot
polos uterus.
2) Proses involusi
Pada
akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira – kira 2 cm dibawah
umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat
ini besar uterus kira – kira sama dengan berat uterus sewaktu usia kehamilan 16
minggu dengan berat 1000 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan
progesterone bertanggung jawab untuk pertumbuhan massif uterus selama masa
hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada hyperplasia,
penigkatan jumlah sel – sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel – sel yang
sudah ada. Pada masa postpartum penurunan kadar hormone – hormone ini
menyebabkan terjadi autolysis. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a) Autolysis
Autolysis merupakan proses
penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim proteolitik
akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali
panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan.
Sitoplasma sel yang berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal
jaringan fibro elastis dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
b) Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan
adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami
atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endometrium yang baru.
c. Efek oksitosin (kontraksi)
Hormon
oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengompresi pembuluh
darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterus akan
mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi suplai
darah keuterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat
implantasi plasenta serta mengurangi pendarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
3) Bagian Bekas Implantasi Plasenta
a)
Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12 x 5 cm, permukaan kasar,
dimana pembuluh darah besar bermuara.
b)
Pada pembuluh darah terjadi pembentukan thrombosis
disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
c)
Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu
kedua sebesar 6 – 8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d)
Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
nekrosis bersama dengan lochea.
e)
Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena
pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
f)
Luka sembuh sempurna pada 6 – 8 miinggu postpartum.
(Jannah, 2011; h. 67-68)
Tabel 2.1. Involusi Uterus
Involusi
|
Tinggi Fundus Uteri
|
Berat Uterus (gr)
|
Bayi lahir
|
Setinggi pusat, 2 jari di
bawah pusat
|
1000 gr
|
1 minggu
|
Pertengahan
pusat sisfisis
|
750 gr
|
2 minggu
|
Tidak
teraba diatas simfisis
|
500 gr
|
6 minggu
|
Normal
|
50 gr
|
8 minggu
|
Normal
seperti sebelum hamil
|
30 gr
|
(Saleha, 2009; h. 55)
Tinggi
fundus uteri masa nifas (pusdiknakes, 2003)
Involusi
uteri dari luar dapat diamati yitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara:
1)
Segera setelah
persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1
cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
2)
Pada hari kedua setelah
persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi
fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi fundus uteri setengah
pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba.
(Ambarwati dkk, 2008; h.
77)
a. Perubahan Ligamen
Ligamen – ligamen dan diafragma pelvis, serta
fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,
berangsur – angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum
rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh
karena ligament, fasia, dan jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak
kendur. (Dewi dkk, 2011; h. 57)
b. Lochea
Lochea adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas. lochia mempunyai bau amis meskipun tidak terlalu menyengat
dan volume nya berbeda-beda pada setiap wanita. (Dewi dkk,
2011; h. 58)
Berikut Ini Adalah beberapa jenis lokia
yang terdapat pada wanita pada masa nifas yaitu :
1) Lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa
selaput kebutuhan, sel – sel desidua verniks caseosa, lanugo dan mekonium
selama 2 hari pasca persalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama dua sampai
tiga hari Post partum.
2) Lokia sanguilenta berwarna merah
kunig bersih darah dan lender yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7
pascapersalinan.
3) Lokia serosa adalah lokia
berikutnya, Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari
lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian
menjadi kuning. Cairan tidah berdarah lagi pada hari ke-7 ssampai hari ke-14
pascapersalinan.
4) Lokia alba adalah lokia yang
terakhir, Lokia alba mengandung terutama cairan serum,
jaringan desidua, leukosit, dan eritrosit. Dimulai dari hari ke-14 sampai satu
atau dua minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta
terdiri atas leukosit dan sel – sel desidua.
(Saleha, 2009; h. 56)
c. Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnua
trombosis degenerasi dan nekrosi padatempat implantasi plasenta,hari pertama
tebalnya 2,2 mm pada hari ketiga mulai ratasehingga tidak ada pembentukan
jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta. (Saleha, 2009; h. 57)
d. Servik
Serviks mengalami involusi bersama-sama
dengan uterus. warnanya merah kehitaman, karena berisi pembuluh darah. konsistensi lunak biasanya
terdapat laserasi karena terjadi robekan kecil selama dilatasi, dan serviks tidak pernah kembali
seperti keadaan sebelum hamil. (Jannah, 2011; h. 71)
e. Vulva danVagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses pesalinan dan akan kembali secara
bertahap dalam 6-8 minggu). (Jannah, 2011; h. 71)
2. Perubahan Sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap
menyantap makanan dua jam setelah persalinan.
Pada ibu nifas lama dan terlantar mudah
terjad inileus paralitikus, yaitu adanya obstruksi usus akibat
tidak adanya peristaltik usus. Penyebabnya adalah penekanan buah dada dalam
kehamilan dan partus lama, sehingga membatasi gerak peristaltik usus, serta bisa juga terjadi karena
pengaruh psikis takut BAB karena ada luka perineum. (Saleha,
2009; h. 58-59)
3. Sistem perkemihan
Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan
berdilatasi selama kehamilaan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah
melahirkan. Disamping itu, kandung kemih pada puerpurium mempunyai
kapasitas yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu distensi yang
berlebihan, urine residual yang berlebihan. Ureter dan pelvis renalis yang
mengalami distensi akan kembali normal pada dua minggu sampai delapan minggu
setelah persalinan.
(Saleha,
2009; h. 59)
4. Perubahan Sistem Muskuluskeletal
Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang
meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang
dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. (Saleha,
2009; h. 59)
5. Perubahan Sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan pada
sistem endokrin terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses
tersebut.
Oksitosin
Oksitosin disekresi dari kelenjar otak bagian belakang, selama persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasentadan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin, hal tersebut membantu uterus
kembali kebentuk semula.
Prolaktin
Menurunnya kadar esterogen menimbulkan
terangsangnya kelenjar ptituitary bagian belakang untuk mengluarkan
prolaktin horrmon ini berperan dalam pembesaran payudara dan produksi ASI.
Esterogen Dan Progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat
walaupun mekanisme nya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa
tingkan esterogen yang tinngi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan
volume darah. Dan progesteron mempengaruhi otot-otot halus yang mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dasar panggul, peruneum dan vulva serta
vagina. (Saleha, 2009; h. 60)
6. Perubahan Tanda –Tanda Vital
a. Suhu badan
Suhu
tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2°C. sesudah partus dapat naik kurang
dari 0,5 °C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8°C. Sesudah dua jam
pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu ibu lebih
dari 38°C, mungkin terjadi infeksi pada klien.
b. Nadi dan pernafasan
Denyut
nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/meni setelah partus, dan suhu tubuh tidak
panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita.
Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh,
sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali
seperti keadaan semula.
c. Tekanan darah
Pada
beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan
sendirinya apabila tidak terdapat penyakit – penyakit lain yang menyertai dalam
½ bulan tanpa pengobatan.
(Saleha, 2009; hal. 61)
7. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung ,volumenya cukup dan curah jantung
menungkat selama hamil,segera setelah melahirkan keadaan tersebut akan
meningkat lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah biasanya melintasi
utero/plasentatiba- tiba kembali kesirkulasi umum. Nilai curah jantung mencapai
puncak selama awal puerpurium 2-3 minggu setelah melahirkan curah jantung
berada pada tingkat sebelum hamil. (Jannah, 2011; h. 76)
a. Perineum
Setelah persalinan perineum
menjadi kendur karena teregang oleh tekanan kepala yang bergerak maju. pulihnya otot perineum terjadi
sekitar 5-6 minggu post partum. (Jannah, 2011; h. 71)
8. Eliminasi
a. BAK
Ibu diminta untuk
buang air kecil (miksi) 6 jam post partum. Jika dalam 8 jam postpartum belum
dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan
kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu
menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
b. BAB
Ibu postpartum
diharapkan buang air besar (defekasi) setelah hari kedua postpartum. Jika hari
ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar peroral atau per rectal.
Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB, maka dilakukan
klisma ( huknah ).
(Saleha, 2009; h. 73)
9. Kebersihan Diri
Mandi ditempat tidur dilakukan sampai
ibu dapat mandi sendiri dikamar mandi, yang terutama dibersihakan adalah
putting susu dan mamae dilanjutkan
perawatan perineum
a. Perawatan perineum
Apabila telah buang air
besar atau buang air kecil perineum dibersihkan secara rutin. Caranya
dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Biasanya ibu merasa
takut pada kemungkinan jahitannya akan lepas, juga merasa sakit sehingga
perineum tidak dibersihkan atau dicuci. Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya
dipakai setelah buang air kecil atau buang air besar. Cara membersihkannya dari depan
kearah belakang.
(Dewi dkk,
2011; h. 74-75)
10. Nutrisi dan Cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat
perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat
penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan
harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak
mengandung cairan. (Saleha, 2009; hal. 71)
j.
Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas
Periode ini diekspresikan oleh Reva
Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut ini yaitu :
1. Taking in : Periode ini terjadi
1-2 hari setelah persalinan,ibu masih
pasif dan sangat bergantung pada orang lain,fokus perhatian terhadap
tubuhnya,ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang
dialami,serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat
2. Taking Hold : Periode ini
berlangsung pada hari 3-4 hari postpartum,ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuanya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya
terhadap perawatan bayi.pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif,sehingga
membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang
dialami ibu.
3. Letting Go : Periode ini dialami
setelah ibu dan bayi pulang ke rumah,ibu mulai secara
penuh menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya. (Saleha, 2009; h. 63-64)
k.
Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas
Patologi yang sering terjadi pada nifas
adalah sebagai berikut :
1)
Infeksi nifas
Infeksi puerperalis adalah infeksi pada
traktus genetalia setelah persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi
plasenta. (Saleha, 2009; h. 96)
Jika terjadi infeksi parametrium, timbulkan
pembengkakan yang mula-mula lunak, tetapi kemudian menjadi keras kembali dengan
gejala klinis sebagai berikut:
a) Uterus agak membesar dan melembek
b) Nyeri pada perabaan
c) Suhu tubuh 39°C-40°C
d) Nadi cepat dan menggigil
e) Lokia banyak dan berbau
(Saleha, 2009; h. 98)
2)
Perdarahan dalam masa nifas
Penyebab perdarahan dalam masa
nifas adalah sebagai berikut:
a) Sisa plasenta dan polip plasenta
b) Endometritis puerperalis
c) Sebab-sebab fungsional
d) Perdarahan luka
3) Infeksi saluran kemih
Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas
relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan hipotomi kandung kemih akibat
trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang terlalu sering,
kotaminasi kuman dari perineum, atau kateterisasi yang sering.
4) Patologi menyusui
Berikut ini
adalah masalah-masalah yang biasanya terjadi dalam pemberian ASI:
a) Putting susu lecet
b) Payudara bengkak
c) Saluran susu tersumbat
Penyebabnya terjadinya masalah
tersebut adalah :
a) Tekanan jari ibu yang terlalu kuat
pada waktu menyusui
b) Pemakaian bra yang terlalu ketat
c) Komplikasi payudara bengkak, yaitu
susu terkumpul tidak segera dikeluarkan, sehingga terbentuklah sumbatan.
Gejala yang timbul akibat masalah
tersebut adalah :
1) Pada wanita
yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan lunak pada perabaan
2) Payudara pada
daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri dan bengkak yang terlokasir
3) Abses payudara
(Saleha, 2009; h. 100-109)
L. Luka
Perinium (robekan perinium)
1. Pengertian
Rupture adalah luka pada perinium yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan
secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses
persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek
sulit dilakukan penjahitan. (Rukiyah dkk, 2010; h. 361)
2. Tingkat Robekan Perinium
a) Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perinium
b)
Tingkat II
Robekan
hanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perinium, dan otot perinium
c) Tingkat III
Robekan
hanya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perinium, otot perinium, dan otot
sfingter ani.
d)
Tingkat IV
Robekan hanya
terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perinium, otot perinium, otot
sfingter ani, dan dinding depan rektum.
(JNPK-KR, 2008; h. 111)
3.
Perawatan Luka
Perineum
a)
Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ
reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui
vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan
penampung lochea (pembalut).
1) Waktu Perawatan
a) Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka
maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung
pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian
pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
b) Setelah buang
air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar
terjadi kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan
bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
c) Setelah buang
air besar
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran
disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke
perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan
perineum secara keseluruhan. (Rukiyah dkk, 2010; h. 361- 362)
4. Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
a)
Gizi
Faktor gizi
terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada
perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein. (Rukiyah dkk, 2010; h. 362)
b) Obat-obatan
1) Steroid
Dapat
menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon inflamasi normal.
2)
Antikoagulan
Dapat menyebabkan hemoragi.
3)
Antibiotik spektrum luas / spesifik
Efektif bila diberikan segera sebelum
pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan
setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular. (Rukiyah dkk, 2010; h. 362)
c). Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka.Salah satu sifat genetic
yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat di hambat, sehingga dapat menyebabkan
glukosa darah meningkat. Dapat terjadi
penipisan protein-kalori.
d)
Sarana Prasarana
Kemampuan ibu
dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat
mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan
antiseptik.
e)
Budaya dan Keyakinan
Budaya dan
keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak
telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat
mempengaruhi penyembuhan luka.isan protein-kalori. (Rukiyah dkk, 2010; h. 362)
5. Tindakan Perawatan Luka
a) Alat- alat
1) Sarung tangan DTT 1 pasang
2) Kapas dettol dalam tempatnya
3) Pispot
4) Betadine zalf
5) Kom kecil dengan kassa steril dan lidi kapas
6) Perlak dan pengalas
7) Celana dalam dan pembalut
8) Bengkok
9) Ember sampah tertutup
10) Status pesien dan alat tulis
11) Larutan klorin pada tempatnya
b)
Persiapan
pasien
1)
Mengucapkan
salam dan memperkenalkan diri
2)
Ibu diberitau
tujuan dan prosedur tindakan
c)
Tindakan
1) Mencuci tangan
2)
Berilah waktu apabila ibu ingin buang air kecil
3)
Mempersilakan pada pasien untuk meepaskan
pakaian bawah, badan bagian bawah ditutupi dengan selimut. Kaji lochea, buang
pembalut kedalam ember sampah basah
4)
Perlak dan pengalas di pasang dibawah bokong
pasien
5)
Pasang pispot dibawah bokong pasien
6)
Siram vulva dan sekitarnya dengan air
7)
Memakai sarung tangan
8)
Melakukan vulva hygiene
9)
Buang kapas kotor dalam ember sampah basah
10)
Amati keadaaan luka jaitan
11)
Obati ika dengan betadien
12)
Biarkan sejenak sampai luka mongering, lalu
tutup dengan kassa steril
13)
Merapikan pasien
14)
Melepas sarung tangan, masukan dalam larutan
klorin. Membereskan alat-alat
15)
Mendokumentasikan tindakan dalam status pasien
16)
Mengucapkan trimakasih kepada pasien atas kerja
samanya dalam prosedur tindakan
17)
Mengucapkan salam penutup (Sulistyawati, 2009; h. 233)
d)
Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil
perawatan adalah:
1)
Perineum tidak lembab
2)
Posisi
pembalut tepat
3)
Ibu merasa nyaman (Rukiyah dkk, 2010; h. 365)
6.
Dampak Dari Perawatan
Luka Perinium
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik
dapat menghindarkan hal berikut ini :
a)
Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab
akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya
infeksi pada perineum.
b)
Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat
pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada
munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
c)
Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat
menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik
ibu post partum masih lemah. (Rukiyah dkk, 2010; h.
363)
m.Tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas adalah:
1) Demam tinggi >38 oc.
2) Perdaraha vagina yang luar biasa atau
tiba-tiba bertambah banyak
3) Nyeri perut hebat
4) Sakit kepala parah dan pandangan nanar
5) Pembengkakan pada wajah jari-jari dan tangan
6) Rasa nyeri, merah, bengkak, kemerahan, lunak
disertai demam
7) Puting payudara berdarah atau merekah
8) Tubuh lemas dan terasa mau pingsan
9) Kehilangan nafsu makan
10) Tidak bisa BAB dan BAK
11) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh
bayinya atau dirinya sendiri. (Maryunanik, 2009; h. 139-140)
B.
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen
asuhan kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis
dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak
baik kliesnt maupun pemberi asuhan.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah
yang digunakan sebgaai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian
tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap
klien.
Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga
tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari
tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik. (Soepardan, 2008; h. 96)
Langkah dalam
manajemen kebidanan menurut Varney
1.
Pengumpulan
data dasar
Pada langkah
pertama di kumpulkan semua informasi data yang akurat dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
(Soepardan,
2008; h. 97)
1. Data Subyektif
Biodata yang mencakup identitas
pasien
a. Nama
Nama jelas dan
lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam
memberikan penanganan.
b. Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental
psikisnya belum siap, sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk
terjadi perdarahan dalam masa nifas.
c. Agama
Untuk
mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien
dalam berdoa.
d. Suku/ Bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari.
e. Pendidikan
Berpengaruh
dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui
sejauh mana tingakat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikanya.
Berdasarkan jenjang sekolah dasar sampai
perguruan tinggi dibagi dalam 3 kategori yakni rendah/dasar ( SD dan SMP
sederajat), sedang atau menengah (SMA sederajat), dan tinggi (perguruan tinggi)
(http://repository.ipb.ac.id)
f. Pekerjaan
Gunanya untuk
mengetahui dan mengukur tingat sosial ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
g. Alamat
Ditanyakan
untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
1)
Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui masalah
yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa nyeri
pada sat menyusui karna puting susu lecet.
2)
Riwayat
kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat
ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya.
b) Riwayat kesehatan yang lalu.
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat atau penyakit akut, kronis seperti jantung, DM, hipertensi, Asma yang
dapat mempengaruhi pada masa hamil ini.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya,
yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.
d) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB
dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan
kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi
apa. (Ambarwati dkk, 2009; h. 131-169)
3)
Riwayat
obstetri
1.
Riwayat haid
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya.
(Sulistyawati, 2012; h. 167)
a.
Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada
usia sekitar 12- 16 tahun.
b.
Siklus
Jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya
dalam hitungan hari, biasanya sekitar 23-32 hari.
c.
Volume
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstrusi yang di
keluarkan.
d.
Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika
mengalami menstruasi misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau
jumlah darah yang banyak. Keluhan yang disampaikan oleh pasien dapat
menunjukkan kepada diagnosa tertentu. (Sulistyawati, 2012; h. 167)
e.
Flour Albus
Leukorea (fluor albus) atau keputihan adalah pengeluaran cairan dari jalan lahir yang bukan darah. Leukorea fisiologis terjadi mendekati ovulasi (karena rangsangan seksual), menjelang dan sesudah menstruasi atau pengaruh hormone pada kehamilan.Terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mucus
yang mengantongi banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Ciri-cirinya adalah: berwarna putih dan
menjadi kekuningan bila kontak dengan udara karena prosesokside;
tidak gatal; tidak mewarnai pakaian dalam dan tidak berbau.
Leukorea patologis terjadi karena infeksi vaginal, infeksi trikomonas vaginalis, infeksi jamur candida albicans,
keganasan reproduksi ataupun adanya benda asing dalam jalan lahir. Terdapat banyak leukosit. Ciri-ciri adalah: terjadi peningkatan volume (membasahi
celana dalam); terdapat bau yang khas; perubahan konsistensi dan warna; penyebab infeksi Trikomoniasis, Kandidiasis dan Vaginosis
bacterial. (http://www.lusa.web.id)
4)
Pola pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
a)
Nutrisi
Ibu
nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama kebutuhan protein
dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi
air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.
1.
Kebutuhan
kalori ibu rata-rata ibu menggunakan kira-kira 640 kal/hari untuk 6 bulan
pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu
normal. Rata-rata ibu harus mengkonsumsi 2.300-2.700 kal ketika menyusui.
Makanan yang dikonsumsi perlu memenuhi syarat, seperti susunannya harus
seimbang, porsinya cukup, dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak,
serta tidak mengandung alkohol, nikotin, bahan pengawet, dan pewarna.
2.
Ibu memerlukan
tambahan 20 gr protein diatas kebutuhan normal ketika menyusui jumlah ini hanya
16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan. Protein diperlukan untuk pertumbuhan
dan pergantian sel-sel yang rusak atau mati.
3.
Ibu menyusui
dianjurkan minum 2-3 liter per hari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah
(anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui). Mineral, air, dan vitamin
digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran
metabolisme didalam tubuh. (Dewi dkk, 2011; h. 71-72)
b)
Eliminasi
Ibu diminta untuk buang air kecil minimal 6 jam post partum, apabila
setelah 8 jam post partum ibu belum dapat berkemih maka ibu hendaknya dilakukan
kateterisasi.Untuk pola buang air besar, setelah 2 hari ibu diharapkan sudah
dapat buang air besar, jika pada hari ke 3 ibu belum dapat buang air besar maka
ibu diberi obat peroral atau perektal.
(Saleha, 2009; h. 73)
Dalam
kasus ini ibu sudah dalam 8 jam postpartum dan ibu belum BAB sampai hari kedua
postpartum. Menurut teori biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan
anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pecernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong. Supaya buang air besar kembali
teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian
cairan yang cukup. (Ambarwati, 2009; h. 80)
Usus
besar cenderung seret/tidak lancar setelah melahirkan karena masih adanya efek
progesterone yang tertinggal dan penurunan tonus otot abdomen (Maryunani, 2009;
h. 20)
b.
Istirahat
Umumnya
wanita sangat lelah setelah melahirkan. Akan terasa lebih lelah bila partus
berlangsung agak lama. Seorang ibu baru akan cemas apakah ia mampu merasa
anaknya atau tidak setelah melahirkan. Hal ini mengakibatkan susah tidur,
alasan lainnya adalah terjadi gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah,
ibu harus bangun malam untuk meneteki, atau mengganti popok yang sebelumnya
tidak pernah dilakukan. (Dewi dkk, 2011; h. 76)
Ibu yang menyusui dalam masa nifas memerlukan istirahat yang cukup minimal
8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam dan siang.
c.
Personal
hygiene
Pada masa
postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.
(Saleha, 2009; h. 73)
d.
Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien
sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya. Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses pengembalian
alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah
kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan
ambulasi. (Ambarwati dkk, 2008; h. 137)
e.
Hubungan
Seksual
Dinding
vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8 minggu. Secara fisik
aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti, dan ibu
dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah
merah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, maka aman untuk memulai
melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. (Dewi dkk,
2011; h. 77)
1.
Riwayat psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya. Wanita
mengalami banyak perubahan emosi/psikologis selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.(Ambarwati dkk, 2008; h. 134)
2.
Data Objektif
Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data objektif ini
adalah :
1.
Pemeriksaan umum
1)
Keadaan umum
Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, hasil
pengamatan yang di laporkan kriterianya baik atau lemah.
2)
Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien,kita dapat
melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan compos mentis sampai
dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar).
(Sulistyawati, 2012; h. 226)
2. Vital sign
1)
Tekanan darah
Biasanya
tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan
karena ada perdarahan. Tekanan darah
tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum. Tekanan Darah <140/90 dikatakan normal
pada ibu post partum. (Ambarwati dkk,
2009; h. 85)
2)
Nadi
Nadi berkisar antara 60-80x/menit denyut nadi
diatas 100x/menit pada masa nifas adalah mengidentifikasikan adanya suatu
infeksi, hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit
atau karena kehilangan darah yang berlebihan. (Ambarwati dkk, 2009; h. 138)
3)
Pernafasan
harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30x/menit. (Ambarwati dkk,
2009; h. 139)
4)
Suhu badan
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam
pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi, yang disebabkan oleh
keluarnya cairan pada waktu melahirkan, selain itu bisa juga disebabkan karena
istirahat dan tidur yang diperpanjang selama awal persalinan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh kembali
normal. Kenaikan suhu yang mencapai >38°C adalah mengarah ke tanda-tanda
infeksi. (Dewi dkk, 2011; h. 60)
3.
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda-tanda vital, meliputi : pemeriksaan khusus ( terdiri dari inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium
dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya ( Soepardan, 2008; h. 97-98).
1) Pemeriksaan fisik
Kepala : Bentuk
simetris atau tidak, keadaan rambut, kebersihan kepala, terdapat rasa nyeri
atau tidak
Muka : Terdapat
oedema atau tidak, kebersihan muka dan nyeri tekan atau tidak
Mata : Konjungtiva,
pupil, sklera, dan kebersihan mata
Telinga : Bentuk, kebersihan telinga dan nyeri tekan
pada telinga
Hidung : Kebersihan
hidung, dan terdapat pembesaran polip atau tidak
Mulut : Bibir,
gusi dan gigi, bau mulut, lidah
Leher : Bentuk
kulit, pembesaran kelenjar
Dada : Bentuk
dada, suara jantung, suara paru-paru,
Payudara
menjadi besar saat hamil dan menyusui dan biasanya mengecil setelah menopouse.
pembesaran ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan penyangga
dan penimbunan jaringan lemak.
Areola mamae
(kalang payudara) letaknya mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan
yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
Selama
kehamilan, hormon prolaktin dan plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum
keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua
atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis,
sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi
sekresi ASI. (Ambarwati dkk, 2009; h. 7)
Perut : Bekas operasi, nyeri tekan, nyeri tekan,
nyeri ketuk, bising usus ekstermitas, TFU segera setelah persalinan, tinggi
fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat
menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada
hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari
ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5 sampai 7 tinggi
fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak
teraba.( Ambarwati, 2009; hal 77)
Punggung : Nyeri tekan, nyeri ketuk
Genetalia : Kebersihan, pengeluaran, dan bau.
Lokia
adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi/ alkalis
yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang
ada pada vagina normal. Lokhea rubra muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa
postpartum. (Priharjo, 2007; h. 50-154)
Ekstermitas : Varices, oedema dan reflek patella (Ambarwati dkk,
2009; h.141)
11. Interprestasi
data
Pada langkah kedua dilakukan
identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.Data tersebut diinterpretasikan
sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. (Soepardan,
2008; h. 99)
1) Diagnosa Kebidanan
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.Data
tersebut di interpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah
yang spesifik. (Soepardan, 2008; h. 99)
2) Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien. (Ambarwati,2009;h.141)
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya. Sulistyawati, 2009;h.192)
Hal-hal yang berkaitan dengan pengamatan klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis. (Hani dkk, 2010; h. 99).
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien. (Ambarwati,2009;h.141)
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya. Sulistyawati, 2009;h.192)
Hal-hal yang berkaitan dengan pengamatan klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis. (Hani dkk, 2010; h. 99).
3) Mengidentifikasi kebutuhan
Dalam bagian
ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya.
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan
terhadap diagnosinya. (Sulistyawati, 2009; h.192)
111.
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial dan mengantisipasi penanganannya
Pada langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial
atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah di
identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan. (Soepardan, 2008; h. 99-100)
1V. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, untuk melakukan konsultasi
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan klien
Mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter
melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan
lainya sesuai dengan kondisi klien, melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter atau tim kesehatan lainya seperti pekerja sosial, ahli gizi, atau
seorang ahli perawat klinis. (Soepardan, 2008; h. 100)
V. Perencanaan asuhan secara
menyeluruh
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah
yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi
wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya. (Ambarwati dkk, 2009;
h. 143)
Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi puting susu lecet adalah:
a.
Cari penyebab
putting lecet
b.
Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap
dikeluarkan dengan tangan
c.
Olesi puting dengan ASI akhir
d.
Menyusui lebih sering
e.
Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara
waktu 1x24 jam
f.
Cuci payudara sekali sehari tidak dibenarkan untuk
mengunakan sabun
g.
Posisi menyusui harus benar
h.
Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet
dan biarkan kering
i.
Pergunakan bra yang menyangga
j.
Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa
sakit
k.
Jika penyebab monilia, diberi pengobatan dengan tablet
Nystatin
V1. Pelaksanaan
langsung asuhan dengan efisien dan aman
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dilakukan secara efesien dan aman. Pelaksanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainya. (Soepardan, 2008; h. 102)
V11. Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek
asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali
asuhan yang belum terlaksana. (Dewi dkk, 2011; h. 125)
C.
Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1. Kewenangan normal:
Kewenangan
normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:
a)
Pelayanan
Kesehatan Ibu
1)
Ruang lingkup:
a.
Pelayanan ibu
nifas normal
b.
Pelayanan ibu
menyusui
2)
Kewenangan:
a.
Penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
b.
Pemberian
vitamin A dosis tinggi pada ibu nifasFasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini
(IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
c.
Pemberian
uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
d.
Penyuluhan dan
konseling
e.
Pemberian surat
keterangan kematian
b)
Pelayanan
Kesehatan Anak
1) Ruang lingkup:
a.
Pelayanan bayi
2) Kewenangan
a.
perawatan bayi
baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
b.
Penanganan
kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
c.
Pemberian
konseling dan penyuluhan
d.
Pemberian surat
keterangan kelahiran
e.
Pemberian surat
keterangan kematian
(http://www.kesehatanibu.depkes.go.id)
No comments:
Post a Comment